,

|

Muslimah Reformis

Apresiasi Islam terhadap Anak Perempuan

Islam sangat menekankan untuk senantiasa menjaga keseimbangan antara disiplin dan cinta. Dalam pengasuhan anak, Islam menegaskan agar orang tua menunjukkan rasa cinta yang mendalam kepada anak-anak, tetapi dengan tetap menjaga agar rasa cinta tidak membuat orang tua lupa pada kewajiban menerapkan nilai disiplin pada aturan. Anak-anak sejak kecil diajarkan disiplin terhadap waktu, displin menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Disiplin mengerjakan tugas-tugas rumah tangga, dan juga penting mengajarkan disiplin dalam menjalankan kewajiban agama, khususnya shalat lima waktu.

Islam tegas sekali mengajarkan agar para orang tua berlaku adil terhadap anak-anak, tidak membeda-bedakan atau tidak berlaku diskriminatif antara satu dengan lainnya, termasuk tidak membedakan antara anak lelaki dan anak perempuan. Dalam salah satu hadisnya, Rasululah bersabda: Samakanlah anak-anakmu dalam hal pemberian. Jika kamu hendak melebihkan salah seorang di antara mereka, maka lebihkanlah pemberian itu kepada anak-anak perempuan. (H.R. al-Tabrani).

Mengapa muncul pernyataan Rasul agar lebih memperhatikan anak perempuan? Karena, tradisi jahiliyah yang dikenal sekarang dengan budaya patriarki memperlakukan anak perempuan sebagai makhluk tidak berguna. Anak perempuan dihinakan, dijadikan budak dan bahkan dibunuh hidup-hidup agar kelak tidak menimbulkan aib dalam keluarga. Islam datang untuk mengoreksi tradisi jahiliyah yang tidak manusiawi dengan menyuruh kita memberikan perhatian lebih terhadap anak perempuan. Tujuannya, untuk memuliakan perempuan dan menempatkan anak perempuan sederajat dengan anak laki-laki dalam seluruh bidang kehidupan.

Selain itu, Rasul menganjurkan agar memberikan kelebihan  kepada anak perempuan karena secara empirik, anak perempuan biasanya lebih peduli, lebih perhatian pada orang tua. Tentu, tidak sedikit anak laki-laki yang peduli dan perhatian pada orang tua, namun dalam kenyataan sehari-hari dijumpai lebih banyak anak perempuan yang merawat orang tua, khususnya jika orang tua mereka sedang sakit, sudah uzur dan tua renta. Bahkan, dijumpai tidak sedikit anak perempuan memilih tidak menikah karena ingin mengabdikan hidupnya merawat orang tua.

Yang penting dipahami, hadis tersebut menekankan pentingnya perlakuan yang sama terhadap anak-anak. Orang tua harus selalu menjaga sikap adil dalam mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Tidak boleh membedakan rasa tanggung jawab kepada anak-anak. Kalaupun terpaksa harus memberikan keistimewaan pada sang anak, disarankan memberikannya pada anak perempuan karena dalam keluarga dan masyarakat kita yang masih kental dengan nilai-nilai patriarki anak perempuan biasanya ditempatkan pada posisi yang lemah. Perhatikan hadis Nabi berikut:  Sesungguhnya aku menekankan pada kalian, perhatian yang lebih khusus terhadap hak dua orang lemah, yaitu anak yatim dan anak perempuan (H.R. Ibnu Majah).

Perlakuan yang sama di sini mencakup aspek yang luas, termasuk dalam aspek pendidikan. Orang tua tidak dibenarkan berlaku diskriminatif, apalagi mementingkan anak laki-laki daripada anak perempuan seperti yang selama ini banyak dipraktekkan di masyarakat. Perintah agar berbuat adil ini terhadap anak-anak menunjukkan betapa kuatnya pesan-pesan keadilan dan kesetaraan gender dalam pengasuhan anak, persamaan hak, serta bagaimana menghindari sikap diskriminatif atas dasar jenis kelamin dan gender, sesuai dengan tuntutan masyarakat maju dan demokratis.

Sebuah deklarasi internasional tentang hak-hak anak yang ditandatangani di Kairo, Mesir  pada tanggal 5 Agustus 1990. Deklarasi itu kemudian disebut Deklarasi Kairo, ditandatangani oleh negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), termasuk Indonesia. Deklarasi ini memuat prinsip-prinsip tentang hak-hak asasi anak, seperti tertuang dalam  pasal 7: “Sejak dilahirkan, setiap anak mempunyai hak yang didapatkannya dari orang tua, masyarakat dan negara untuk diberi asuhan, pendidikan, serta perawatan material, kesehatan serta moral yang layak. Baik janin maupun ibunya harus dilindungi dan diberi perawatan khusus.”

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa setiap anak mempunyai dua hak pokok yaitu  hak pengasuhan dan perawatan serta hak pendidikan. Hak-hak tersebut jika tidak dapat dipenuhi oleh orang tuanya, maka menjadi tugas masyarakat dan negara untuk memenuhinya. Sayangnya, deklarasi itu tidak mengikat secara hukum bagi negara anggotanya (legally binding), dan juga tidak mengatur bagaimana mekanisme pelaksanaan norma-norma yang sudah disepakati dalam deklarasi tersebut.

Terdapat sejumlah ayat dalam Al-Qur’an yang mengingatkan komunitas Muslim agar memperhatikan hak anak-anak mereka, terutama hak anak-anak yatim dan terlantar. Bahkan, bagi mereka yang mengabaikan hak-hak anak yatim dikecam sebagai orang-orang yang mendustakan agama (Q.S. al-Ma’un, 107:1-3).

Selain itu, hak-hak anak dalam Islam ini pada prinsipnya sejalan dengan isi Deklarasi Hak asasi Anak tahun 1959 dan Konvensi Hak Anak tahun 1989 yang berisikan lima hak dasar anak, yaitu hak kelangsungan hidup, hak perlindungan, hak tumbuh kembang, hak pendidikan, dan hak untuk berpartisipasi dalam seluruh kehidupan masyarakat.