Pada Selasa (9/7) Muslimah Reformis bekerjasama dengan Gerak Gerik Bengkel Buku& Cafe menggelar Bedah Buku ‘Perjalanan Lintas Batas ‘Lintas Agama, Lintas Gender, Lintas Negara’. Dihadiri oleh puluhan peserta berbagai kalangan dari Mahasiswa, Aktivis Pegiat Kesetaraan Gender dan Keberagaman serta Akademisi. Kegiatan ini berlangsung di Gerak Gerik Cafe dan Bookstore yang berlokasi di Jalan Pisangan Raya No.115, Ciputat, Tangerang Selatan dan disiarkan live streaming melalui Youtube Channel Muslimah Reformis dan Zoom.
Hadir sebagai Pembicara, Musda Mulia Pendiri ICRP dan Mulia Raya Foundation yang juga Penulis Buku ‘Perjalanan Lintas Batas ‘Lintas Agama, Lintas Gender, Lintas Negara’, kemudian Sylvana Apituley dari Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang juga merupakan Pendiri ICRP dan pembicara berikutnya Heru Krisna Pengurus Komisi HAAK dan TSBP 4 Keuskupan Agung Jakarta, dengan moderator Ayu Alfiah Jonas (Jojo) yang merupakan Penulis Buku “Perempuan, Agama, Stigma, Cita-Cita”.
Buku ‘Perjalanan Lintas Batas ‘Lintas Agama, Lintas Gender, Lintas Negara merupakan buku karya Musdah Mulia yang isinya memotret perjalanan intelktual dan spritual dari kacamata seorang pejuang kemanusiaan ke seratu kota dari lebih 51 negara dengan menghadiri berbagai forum internasional bertema kemanusiaan, globalisasi dan perdamaian.
Perjalanan yang ditulis Musdah Mulia di berbagai ajang dunia melahirkan beragam perjumpaan lintas batas dengan beragam warga negara, bangsa, suku, budaya, gender, agama, kepercayaan dengan bermacam rupa dan variannya. Dalam setiap halamannya, membawa interaksi dengan kelompok rentan tertindas karena posisi minoritas, masyarakat adat dengan penganut agama-agama lokal, perempuan korban perdagangan, anak-anak korban perang, para disabilitas, buruh migran serta para pengungsi yang terusir dari negara.
Dalam Bedah Buku, Heru Krisna memaparkan beberapa ulasan yang ditangkapnya setelah membaca buku bersampul warna kuning tersebut, Heru menyampaikan bahwa dirinya beserta sang istri sangat tertarik saat membaca buku tersebut dan membedahnya. “Saya suka membawa buku dan saat iu membacanya di coffee shop, karena sejatinya menurut buku ini punya banyak wawasan dari berbagai negara yang belum pernah kita dalam halini saya kunjungi, kisah yang ditulis pun sangat detail seperti cerita perjalanan penulis yang datang ke Taliban dari Dubai dengan beragam pengalaman yan diceritakan didalam buku ini dari mulai awal mau masuk ke negara tersebut hingga bisa sampai mengenal beragam gerakan Taliban, mengunjungi kampanye keluarga berencana di Kabul serta penguatan Hak Kesehatan Reproduksi, benar-benar sebuah pengalaman yang kaya makna yang penulis sajikan”
Ditambahkan Heru dirinya juga tertarik dengan point of view dari kisah perjalanan penulis yang bertemu dengan Imam Muksin saat perjalanan ke Afrika selatan dan Sekte Mormot yang menurut Heru dirinya sebagai Katholik baru mengetahui bahwa ada Sekte tersebut, “Dari buku ini saya belajar selain pengetahuan dan pengalamannya begitu kaya dibahas didalam buku ini Penulis juga taat kepada agama kuat dalam spritual untuk berelasi dengan Tuhan dan akhirnya membawa penulis yang kuat juga untuk berelasi pada siapapun” ungkap Heru. Sehingga menurut Heru, Musdah yang diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk dapat mengunjungi berbagai negara bisa percaya diri untuk berelasi dengan siapapun diluar agama, kepercayaan dan budaya setempat ini yang membuat penulis hidup tanpa dengan kecurigaan pada siapapun yang ditemuinya pada setiap negara yang dikunjunginya.
“Saya merekomendasikan buku ini untuk anak saya yang sedang berkuliah karena dari Buku Musdah Mulia ini sangat kaya pengetahuan terkait keberagaman dan relasi gender di berbagai negara agar lebih membuka wawasannya lagi terhadap perbedaan diberbagai negara bahwa hal yang berbeda tersebut biasa dan tidak perlu menjadi masalah” ungkapnya.
Sylvana juga memaparkan kesan setelah membaca buku perjalanan Musdah Mulia ke 51 negara. Menurut Sylvana, didalam bukunya sangat memiliki keberanian dalam menembus batas-batas yang memisahkan dan batas zona yang asing, “Seperti tulisan dalam buku tersebut misalnya tentang Sekte Mormot, sama seperti Heru saya sendiri juga baru tahu ada Sekte tersebut padahal saya Kristen” ungkapnya.
Ditambahkan Sylvana buku ini menginspirasi dan relate dengan anak muda yang suka berpetualang dan healing (melakukan penyembuhan diri) dengan jalan-jalan, jika dibaca oleh banyak anak muda maka akan banyak pemuda Indonesia yang memahami spritualitas yang semakin kompleks di zaman sekarang ini.
Pesan kesan di buku ini adalah agar kita bisa tetap terus setia dalam menjaga perdamaian dan toleransi di negara sendiri. “Nilai dari tulisan Musdah Mulia adalah Legacy yang Musdah Mulia tinggalkan dari buku ini dampak utama adalah pentingnya memahami pendidikan terutama literasi (Iqro) sehingga bisa lebih mengenal lebih luas dunia ini, kemudian perjumpaan dengan kenalan lain yang ditulis di buku ini juga bisa mendorong pembaca untuk bisa lebih memahami perbedaan” ungkapnya.
Bagian penting menurut Sylvana mengutip dari buku Perjalanan Lintas Batas, bahwa keberagaman itu niscaya, kemajemukan itu niscaya dan hanya Tuhan yang Maha Segalanya yang absolut. Jika ada kelompok-kelompok yang mengklaim merasa paling benar, buku Prof Musdah ini penting untuk mendorong kita memiliki nalar kritis dan konstruktif sehingga, bisa memahami orang lain yang berbeda dengan kita.
Musdah Mulia pada acara ini juga menyampaikan terimakasih atas apresiasi dan tanggapan yang diberikan pada buku Perjalanan Lintas Batas ‘Lintas Agama, Lintas Gender, Lintas Negara oleh 2 pembicara yang hadir dan kepada peserta yang sudah menyisihkan waktunya. Selain Bedah Buku peserta juga antusias memberi beragam komentar pertanyaan terkait ragam literasi di Indonesia, benang merah kesetaraan yang ada didalam buku juga tentang bagaimana seorang Musdah Mulia sebagai perempuan berani mendobrak stigma yang berkembang di masyarakat tentang Perempuan. Point of view dari pertanyaan dan komentar dijawab Musdah Mulia, bahwa sejatinya anak muda dan msyarakat negeri ini harus terus belajar untuk tidak menjadi Hipokrit, jujur mengakui dan punya komitmen untuk memperbaiki dan mengakhiri “Never again!” dan jangan denial, pengakuan itu harus ada lalu berkomitmen untuk tidak melakukan hal tidak baik yang serupa.
“Don’t Judge a book by it’s cover, bagi saya pengakuan adalah bentuk tanggung jawab kita kepada Tuhan yang maha kuasa, karena orang yang terbaik adalah orang yang bisa memberi manfaat untuk orang banyak tanpa penghakiman dan dengan kejujuran” tutup Prof. Musdah mengakhiri pertemuan bedah buku yang penuh inspirasi dan kebanggaan bagi generasi muda khususnya untuk dapat menerapkan nilai-nilai yang sudah tertuang didalam buku setebal 630 halamn tersebut. Sampai berjumpa lagi di event-event Muslimah Reformis berikutnya.