|

Muslimah Reformis

Difabel Berdaya: Refleksi Pendidikan dan Pengasuhan Orang Tua

Putri Ariani merupakan peserta Amerika’s Got Talent (AGT) ke-18 yang meraih golden buzzer dari Simon Cowell. Putri mendapatkan pujian dari berbagai pihak, di Indonesia khususnya dari rakyat biasa hingga presiden. Memang anak tersebut pantas mendapatkannya. Putri berhasil menemukan hikmah dibalik ciptaanNya. Semua itu merupakan upaya menembus keterbatasan yang ditakdirkan olehNya.

Anak lahir ke dunia adalah kerelaan Tuhan kepada hambanya. Kondisi fisik dan psikis anak tidak bisa dipesan. Tuhan memberikan anugrah untuk bisa tetap menjadi manusia sempurna. Motto Putri Saya tidak bisa melihat dunia, biarlah dunia melihat Saya. Kini motto itu sudah terbukti. Tentu motto itu dikerjakan dengan aktif. Kisah putri bukan satu-satunya keberhasilan para disabilitas yang sukses. Sebelumnya ada Angkie Yudistia seorang disable pendiri Thisable Enterprise dan Staf Presiden Jokowi, Putri Santoso Co-Founder Kopi Tuli, Irma Suyanti pendiri pusat usaha kecil menengah penyandang cacat, Tarjono Slamet pendiri CV Mandiri Craft, Fanny Evrit Rotua Ritonga co-founder Thisable Beauty Care, dan Surya Sahetapy seorang aktivis tuna rungu (tuli) telah berhasil menyelesaikan studi megister di Amerika dengan berbagai penghargaan yang sudah diraihnya International Student Outstanding Service Award, The Outstanding Graduating Student Award in The Master’s Degree, NTID Graduate College Delegate. Ini hanya sebagian kecil yang bisa dijangkau karena pemberitaan.

Survey menyebutkan bahwa penyandang disabilitas di Indonesia pada tahun 2020 adalah 22, 5 juta. Sementara ekonomi nasional (susenas) 2020 mencatat 28,05 juta. Sedangkan WHO menyebut difabel di Indonesia sebanyak 10 persen dari total penduduk Indonesia 27, 3 juta. 10 persen ini adalah penduduk Indonesia mereka semestinya mendapatkan akses dan kesempatan yang sama untuk meraih cita-citanya sebagaimana manusia yang dilahirkan normal.

Sebagaimana dimuat oleh tempo.co tingkat partisipasi sekolah penyandang disabilitas masih rendah (2021). UU Nomor 8 tahun 2016 mengamantkan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Fakta di lapangan masih banyak pekerjaan rumah untuk penyelenggaraan disabilitas terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana yang belum maksimal dan jumlah guru pemimbing yang khusus masih terbatas. Kondisi ini menunjukan bahwa pendidikan pendidikan di Indonesia masih ada segregasi.

Selama ini bias dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas lazim dalam sistem hukum dan tentakelnya berdasarkan penilaian, persepsi, dan asumsi yang tidak disadari. Labeling terhadap penyandang disabilitas membuat batas bagi para disabilitas. Bahkan orang tua yang dikaruniai anak disabilitas tidak memberikan fasilitas yang layak atau bahkan dibiarkan tanpa stimulasi yang optimal.

Keberhasilan para difabel merupakan keberhasilan pengasuhan yang diberikan orang tua. Nabi Muhammad saw dalam salah satu hadis menganjurkan (mewajibkan) agar orang tua berlaku adil dalam mendidik anaknya. Bahkan kata-kata “secara adil” diulangi sampai tiga kali. Jika dihubungkan dengan keberadaan disable maka orang tua tidak bisa memilih kondisi lahir setiap anak. Maka sikap kesadaraan penerimaan itulah yang akan mendorong tua bersikap akan bersikap adil. Dalam konsep Islam anak yang lahir dalam keadaan fitrah yaitu potensi bawaan yang dibawa sejak lahir. Potensi itu berupa akal dan religius maka proses pendidikan (pengasuhan) yang akan mengembangkan potensi mereka

Ayat motivasi bagi setiap orang yang memiliki anak diantaranya pada surat Q,S al-Mujadalah /58: 11 Allah berfirman : Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman (laki-laki dan perempuan) diantara kamu dan meraka yang berilmu (laki-laki dan perempuan) beberapa derajat. Ayat ini memuat pesan bahwa manusia yang tinggi derajatnya itu adalah yang berilmu bukan yang normal ataupun disable. Maka setiap manusia yang memiliki ilmu memiliki kesempatan untuk tinggi derajatnya.

Indonesia harus menjadi rumah yang ramah dan aman bagi para difabel. Upaya-upaya pemerintah yang bisa dilakukan adalah menciptkan kebijakan dan fasilitas berupa yang merupakan dukungan material dan moral untuk mengembangkan potensi para difabel. Kebijakan dan fasilitas tersebut layaknya harus fungsional bukan hanya asesoris yang tidak mendatangkan fungsi bagi para difabel.

Bagi orang tua yang memiliki anak difabel yang harus dilakukan adalah pertama, memiliki kesadaran untuk menerima anak secara utuh dan optimis untuk dapat mengasuh anak yang dilahirkan. Kedua, memberikan fasilitas untuk mendukung potensi yang dimiliki oleh anak. Ketiga, berkonsultasi kepada ahli untuk mendampingi tumbuh kembang anak difabel. Keempat, menumbuhkan rasa percaya diri pada anak untuk mencegah dampak perundungan yang dilakukan oleh lingkungan sekitar. Kelima, menciptakan fasilitas berupa rumah, kendaraan, dan fasilitas lain yang ramah difabel sehingga memungkinkan anak untuk beraktifitas secara mandiri. Keenam, memilihkan tempat untuk mengenyam pendidikan yang tepat dan fokus pada bakat yang dimiliki. Ketujuh, tidak memisahkan anak difabel dengan anak normal artinya anak difabel harus dibiasakan bersama dengan masyarakat.