|

Muslimah Reformis

Ecogender: Tantangan dan Peluang Hidup Manusia Modern

Alam memberikan pengaruh signifikan terhadap keberlangsungan setiap makhluk hidup di muka bumi. Begitupun dengan tanggung jawab manusia dalam menjaga dan mengelola dengan baik sebagai bentuk pengabdian terhadap sang pencipta melalui kepedulian serta wujud konkret environmentalism. Keberpihakan manusia dalam mengelola alam justru berbanding terbalik, realitas yang ada menunjukan lebih banyak memberikan dampak negatif seperti ekploitasi, pencemaran lingkungan, illegal logging, perburuan liar dan lain sebagainya.

Menurut Sekjen PBB, Antonio Gutter “manusia berada disebuah jalan menuju neraka iklim dan hanya ada dua pilihan; bekerja sama atau binasa”. Juga mengutip Walhi, “kondisi lingkungan hidup ditengah perubahan iklim telah berada di zona merah akibat terus bertambahnya emisi karbondioksida”. Hal ini menunjukan sudah seharusnya isu lingkungan lebih serius diperhatikan karena lebih banyak menyangkut keberlangsungan hidup manusia di masa yang akan datang.

Paradigma persoalan lingkungan hidup tidak terlepas dari adanya kontribusi besar perempuan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Salah satunya kehadiran ekofeminisme, berangkat dari pengalaman perempuan yang terus diekspolitasi juga kehilangan hak-haknya, sehingga  menggugat dominasi laki-laki yang kemudian dikaitkan dengan keberadaan alam itu sendiri. Seringkali ekofeminsime melewatkan bahwa sebenarnya kerusakan alam terjadi karena pola hidup manusia modern yang melampaui batas dan tidak terkendali. Namun disisi lain, ekofeminisme telah banyak memberikan pengaruh besar dalam mengelola dan pelestarian lingkungan.

Budaya konsumerisme akibat industrialisasi mengiring masyarakat hidup dengan hedonisme tanpa memikirikan dampaknya terhadap perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Sebagai contoh maraknya Industri fashion menjadi penyumbang polusi terbesar kedua di dunia, di mana perusahaan berlomba-lomba membuat tren dan style dengan jumlah produksi yang tinggi dan harga yang relative terjangkau (fast fashion) tanpa memperhitungkan kembali dampaknya terhadap lingkungan akibat maraknya produksi yang dihasilkan.

Seperti halnya ekofemnisme, istilah yang baru-baru ini dikenal “ecogender” sebagai kajian gender terhadap perlindungan perempuan tidak hanya bertujuan pada aspek menjaga dan melestarikan lingkungan, namun berusaha mendorong upaya menerapkan dan mengadopsi gaya hidup yang lebih ramah, dimana manusia berperan aktif menjaga alam dengan melakukan kebiasaan baik, sehingga tidak ada lagi perbedaan gender dan gagasan bahwa perempuan lebih bertanggung jawab memelihara bumi. Karena pada dasarnya lingkungan termasuk pada isu kemanusiaan, penting untuk kita ketahui bahwa tanggung jawab dan kerja sama menyelamati bumi adalah tugas bersama yang harus diemban sebagai manusia. Keberadaan alam saat ini tentu mempengaruhi seluruh umat manusia kedepan, maka sudah seharusnya segala aktivitas manusia harus diperhitungkan dan dikaitkan dampaknya pada perlindungan alam.

Melestarikan lingkungan sebenarnya dapat dimulai dari kesadaran tiap-tiap individu dan aksi nyata, juga dapat dituangkan melalui social ecosystem atau hal-hal kecil yang memberikan income positive terhadap keberlangsungan makluk hidup di dunia sehingga seluruh makhluk hidup dapat merasakan manfaatnya dengan baik. Kalau bukan kita yang merawatnya, siapa lagi?.

Oleh : Tia Mega Utami