|

Muslimah Reformis

Garis Haluan Menjadi Muslimah Kritis

 

Ayu Alfiah Jonas

Judul              : Nalar Kritis Muslimah

(Refleksi Atas Keperempuanan, Kemanusiaan, dan Keislaman)

Penulis           : Nur Rofiah

Penerbit         : Afkaruna.id

Edisi               : Cetakan Ke-3, Februari 2021/Rajab 1442 H

Tebal              : xii + 223 halaman

ISBN              : 9786239063290

“Salehah saja tidak cukup, Nak!

Harus cerdas dan kritis juga, agar tidak dibodohi terus-terusan.”

(Nur Rofiah dalam Nalar Kritis Muslimah)

Cerdas, bernas, tegas, lugas, dan berani. Demikian kesan yang muncul usai membaca buku ini. Tak ada kata terbuang sia-sia. Kalimat-kalimat yang dituliskan efektif dan menohok. Bila memiliki kesempatan untuk merekomendasikan buku tentang feminisme Islam, buku ini patut menjadi kandidat utama. Esai demi esai yang disuguhkan tak sekadar kata, melainkan semangat perlawanan dan penjagaan. Beberapa kalimat juga disusun dengan gaya kutipan dalam lembar khusus sehingga memudahkan pembaca untuk menggarisbawahi bagian-bagian tertentu.

Mula-mula, terdapat apresiasi dari Kiai Husein Muhammad dan Nyai Badriyah Fayumi, dua sosok kaliber dalam isu feminisme Islam di Indonesia yang menandakan bahwa buku ini layak dijadikan sebagai rujukan. Bukunya tidak tebal, tidak juga tipis, pas untuk dibaca saat tengah berkendara dalam kereta, dan pas juga untuk dipelajari di atas meja belajar. Buku terdiri dari empat bagian yang masing-masing berjudul Agama untuk Perempuan, Memahami yang Transenden, Kemanusiaan Sebelum Keagamaan, dan Serpihan Renungan. Kesemuanya membentangkan tiga benang merah: keperempuanan, kemanusiaan, dan keislaman.

Meski tema buku terkesan terbatas (karena sejak dalam judul tema direduksi menjadi seputar perempuan, manusia, Islam saja) sesungguhnya spektrum yang dibahas sangatlah luas. Bagian pertama berjudul Agama untuk Perempuan, membahas tentang kesadaran dan keadilan gender, sejarah Islam, dan detail perempuan dalam Islam. Bagian ini juga membahas bagaimana KDRT perspektif Islam yang mana ternyata pesan utama teks-teks tentang pemukulan istri justru menganjurkan untuk jangan main pukul, pesan utama teks-teks tentang kawin anak justru mendorong pendewasaan usia perkawinan, dan pesan utama teks-teks tentang poligami justru menyarankan untuk monogami.

Bagian kedua, Memahami yang Transenden, menggarisbawahi isu-isu tentang hubungan manusia terutama perempuan dengan Tuhannya atau muslimah dengan Allah Swt. Bagian ini dibuka dengan esai Aku Bermanfaat, Maka Aku Ada dan ditutup dengan esai Sehari dalam Setahun. Esai awal mempertanyakan sekaligus memberi jawaban tentang penentuan jati diri seorang muslim melalui perenungan dari kisah Nabi Ismail As. Esai terakhir membahas tentang kelahiran manusia, mengingatkan kembali bagaimana manusia tidak hanya menjadi makhluk biologis, tapi juga makhluk sosial, intelektual, dan spiritual.

Kemanusiaan Sebelum Keberagamaan, bagian ketiga, memetakan kembali bagaimana kesadaran kemanusiaan menjadi fondasi dalam beragama. Esai berjudul Agama Kemanusiaan menjadi poros bagian ini, membahas tentang refleksi atas buku History of God (1993) karya Karen Armstrong. Ada empat hal yang disebutkan layak direnungkan, berkaitan dengan tiga agama besar dunia yakni Yahudi, Nasrani, dan Islam. Esai yang juga bernas di bagian ketiga ini adalah Perempuan dan Kesadaran Kemanusiaan. Dituliskan bahwa ada tiga hal tentang kesadaran kemanusiaan dalam ajaran Islam yakni (menentang) poligami, kesaksian, dan (perubahan) waris. Tiga kesadaran tersebut telah ada sejak 1400 tahun yang lalu dan masih relevan hingga saat ini.

Bagian terakhir yakni Serpihan Renungan berisi status-status penulis di media sosial dalam kurun waktu 2019-2020. Ia juga banyak bercerita tentang proses Ngaji Kajian Gender Islam (KGI), tempatnya menggelar tikar, kelas gratis yang sampai saat ini konsisten ia jalankan. Tulisan-tulisan dalam bagian ini pendek-pendek, laiknya status di media sosial pada umumnya, namun sarat makna dan patut disimak untuk berefleksi. Benar-benar buku cerdas yang padat dan singkat, termasuk detail bagian-bagiannya.

Tak banyak buku yang ditulis dengan efektif. Buku ini hanya satu dari sebagian kecilnya. Belum banyak pula buku (di Indonesia) yang menawarkan metode tafsir humanis-feminis. Mayoritas esai dalam buku ini membahas tentang ayat-ayat dalam Alquran dan menawarkan tafsir alternatif itu. Dalam pembahasan tentang lima pilar pernikahan, ada empat ayat yang menjadi rujukan, di antaranya adalah QS. Ar-Rum (30) Ayat 21, QS. an-Nisa (4) Ayat 20-21, QS. an-Nisa (4) Ayat 19, dan QS. al-Baqarah (2) Ayat 223. Sayangnya, kelima pilar tersebut belum dijelaskan dengan gamblang, termasuk penjelasan tentang bagaimana cara menafsirkan ayat-ayat tersebut melalui metode mubadalah.

Dalam Ensiklopedia Muslimah Reformis (2020), Musdah Mulia menuliskan bagian khusus untuk metode tafsir humanis-feminis. Dalam sub-bagian Mengenal Feminis Islam dan Pemikiran Reformis Mereka dalam Kajian Teks-teks Keagamaan (halaman 636) dituliskan bahwa ada tiga ciri penekanan teks dalam penafsiran feminis. Pertama, mengidentifikasi teks-teks tentang perempuan dalam Islam untuk menanggapi teks-teks populer yang “misoginis” dan selama ini telah digunakan untuk “menindas” perempuan. Kedua, mengkaji teks-teks Alquran dan hadis secara umum (bukan hanya teks tentang perempuan) untuk membentuk perspektif teologis yang dapat mengkritisi nilai-nilai patriarki sehingga perspektif ini disebut sebagai “perspektif pembebasan”. Ketiga, mengkaji teks tentang perempuan untuk belajar dari perjumpaan sejarah dan kisah-kisah perempuan kuno dan modern yang hidup di dalam kebudayaan patriarkal.

Tiga ciri tersebut telah tercermin dalam buku ini, misalnya dalam esai Tubuh Perempuan Milik Siapa? (halaman 18). Tulisan diawali dengan sejarah tentang kedudukan perempuan dalam masyarakat jahiliyah, lalu identifikasi ayat-ayat Alquran tentang hal tersebut, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang pemilik tubuh perempuan yang didedah melalui prinsip dasar tauhid yang berlaku untuk semua manusia (laki-laki dan perempuan). Selanjutnya, bagaimana tubuh manusia dipertanggungjawabkan di Hari Perhitungan (Yaumul Hisab). Esai ditutup dengan harapan untuk memperlakukan tubuh dengan bermartabat. Sayangnya, esai ini belum secara detail mengidentifikasi perspektif humanis-feminis tersebut.

Tak ada gading yang tak retak, demikian pepatah berujar, begitu pula dengan buku ini. Sumber tulisan adalah hal fundamental bagi kita untuk membiasakan melakukan verifikasi atas apa yang kita baca, apa pun itu, termasuk esai-esai dalam buku Nalar Kritis Muslimah. Tanpa meragukan kompetensi dan kapabilitas penulis buku, ada baiknya mencantumkan sumber-sumber yang perlu dicantumkan agar kita sebagai pembaca bisa merujuk ke sumber utamanya untuk belajar lebih dalam lagi. Jika sumber tulisan tidak dicantumkan, pembaca akan kesulitan memverifikasi, perlu ada langkah-langkah lebih lanjut yang bisa jadi akan merepotkan karena harus mengonfirmasi asal sumber terlebih dahulu.

Kesan terpesona usai membaca buku ini perlu dibawa lebih jauh, misalnya dengan menerbitkan buku lanjutan sebagai pengembangan pemikiran yang lebih komprehensif. Diperlukan buku baru untuk membahas satu per satu isu yang dipaparkan. Dalam setiap isu, ada harapan diberikan penjelasan yang gamblang lagi detail, juga pertautan dengan isu-isu relevan yang lebih kempuh agar pembaca mampu memanifestasikan garis haluan untuk menjadi muslimah bernalar kritis. Tulisan terbaru tentang pengalaman mengampu Ngaji KGI selama bertahun-tahun dengan jumlah ribuan peserta pun turut dinanti, sebab pengalaman perempuan absah dijadikan sebagai sumber pengetahuan.