Islam menjunjung tinggi hubungan persaudaraan di antara sesama manusia. Hubungan itu begitu kuatnya sehingga tidak boleh ada satu pun batas atau sekat yang dapat menghalanginya. Islam tidak menghendaki berbagai batas, seperti kesukuan (etnis), warna kulit, bahasa, dan bahkan agama dan keyakinan sekali pun mengganggu interaksi manusia.
Meskipun Allah swt telah menciptakan manusia dalam bentuk fisik yang berbeda, ada laki ada perempuan, ada yang berwarna hitam ada yang putih, ada suku dan ada bangsa, tetapi mereka semua adalah sama. Hanya satu yang membedakan mereka, yaitu ketakwaannya kepada Allah swt. Itulah satu-satunya yang membedakan di antara mereka. Hal ini sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Allah swt. dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat (49): 13:
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Panutan dan junjungan kita umat Islam, Muhammad saw. juga menyatakan hal yang sama, bahwa manusia itu setara dan sederajat. Tidak ada kelebihan antara satu dengan yang kalian karena kelompoknya, karena sukunya, karena warna kulitnya, karena kedudukan jabatannya, bahkan karena agamanya. Hal itu disabdakan Rasulullah dalam sebuah hadis riwayat Imam Ahmad:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى.
Hubungan persaudaraan yang kuat itu di antara sesama manusia sering kali diganggu, diputus, bahkan dirusak oleh berbagai kepentingan yang bersifat parsial, kepentingan individu, kepentingan kelompok, kepentingan etnis, dan kepentingan golongan. Kepentingan-kepentingan selalu menjadi rintangan dalam mempertahankan persudaraan.
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. (روا ه البخاري)
Dari Abdullah ibn Umar, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Seorang muslim adalah saudara dari muslim yang yang lain. Oleh sebab itu, seseorang tidak boleh berbuat zhalim terhadap yang lain. Siapa yang telah memenuhi hajat/kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa yang menghindarkan seseorang dari sebuah kesulitan, maka Allah yang akan menghindarkannya dari kesulitan-kesulitan di hari kiamat nanti. Siapa yang menutupi kekurangan orang lain, maka Allah akan menutupi kekurangannya di hari kiamat nanti.
أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ. (رواه البخاري)
Dari Anas ibn Malik, sesungguhnya Rasulullah telah bersabda: “Jangan kalian saling membenci, jangan saling iri, dan jangan pula saling menjauhi. Jadilah kalian itu hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal bagi seseorang untuk menjauhi dan meninggalkan saudara yang lain lebih dari tiga hari.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ.(رواه أبو داود)
Dari Abu Hurairah ra, bahwa sesungguhnya Rasulullah telah bersabda: “Jauhilah hasad, iri, dengki. Karena hasad menghanguskan kebajikan-kebajikan sebagai api menghanguskan kayu bakar”.
Berbagai ayat dan hadis yang diutarakan tersebut dapat menjadi panduan bagi setiap Muslim dan Muslimat untuk membangun persaudaraan kemanusiaan tanpa sekat atau batasan apa pun. Hal terpenting dalam membangun relasi kemanusiaan adalah menyadari keberadaan kita sebagai manusia yang setara dan sederajat. Tidak boleh ada arogansi dan perlakuan diskriminatif dengan alasan suku, warna kulit, bahasa, agama, keyakinan dan pilihan keyakinan. Kita semua manusia hendaknya selalu ingat bahwa asal kita sama yakni sama-sama dari Tuhan dan kita semua pun akan kembali ke tempat yang sama, yakni ke hadirat Tuhan.