Sejumlah pakar Sosiologi Lingkungan berkesimpulan, kurang berhasilnya pembangunan lingkungan di Indonesia, antara lain disumbang oleh minimnya kajian ekologi dari perspektif teologis. Karena itu, diperlukan pengembangan kajian keagamaan, terutama kajian keislaman secara ekologis. Sudah saatnya mengedepankan kajian-kajian keislaman yang kritis dan rasional berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan.
Bagi sebagian besar umat Islam, pembahasan tentang lingkungan hidup dirasakan masih asing, jarang dibahas di berbagai pengajian dan kegiatan keislaman. Karena itu, tidak heran jika perilaku umat Islam terkait upaya menjaga kelestarian alam dan kesehatan lingkungan sangat jauh dari ideal sebagaimana diamanatkan dalam Qur’an dan Sunnah Rasul.
Umat Islam mestinya menjadi kelompok terdepan yang peduli pada upaya menjaga kelestarian alam. Mengapa? Sebab untuk melaksanakan ibadah shalat misalnya, umat Islam wajib berwudhu dengan air bersih. Umat Islam lebih membutuhkan air bersih dibandingkan umat lainnya di muka bumi ini. Umat Islam perlu menyadari bahwa mengelola dan menjaga kelestarian atau kesehatan lingkungan adalah bagian dari ibadah yang amat penting. Peduli lingkungan adalah bagian dari iman. Ke depan, umat Islam harus menjadi pionir dalam mengamalkan pola hidup bersih sehat dalam rangka menciptakan lingkungan yang sehat.
Islam sejatinya adalah agama yang vokal bicara tentang pentingnya kelestarian alam dan kesehatan lingkungan. Lingkungan adalah suatu sistem yang terpadu. Artinya, lingkungan terdiri atas berbagai komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan atau suatu totalitas (Q.S. al-Hijr, 15:19-20). Lingkungan terdiri atas dua unsur penting: biotik dan abiotik. Unsur biotik (manusia, hewan, dan tumbuhan) dan abiotik (udara, air, tanah, iklim dan lainnya). Jika satu komponennya dirusak atau dieksploitasi maka bagian lain akan mengalami kerusakan yang mengganggu stabilitas seluruh komponen lainnya.
Al-Qur’an sejak awal sudah memberikan peringatan keras tentang bahayanya merusak dan mengeksploitasi alam (Q.S. Rum, 30:41).
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Ayat tersebut dan ayat-ayat lain yang senada menyimpulkan, menjaga kelestarian lingkungan berarti menjaga kelangsungan hidup manusia, hewan dan tumbuhan yang ada di planet bumi ini. Sebaliknya, merusak lingkungan berarti membunuh manusia dan semua makhluk hidup di sekitarnya. Pemeliharaan lingkungan merupakan upaya untuk menciptakan kemaslahatan dan mencegah kemudharatan. Dengan ungkapan lain, memelihara kelestarian lingkungan adalah bagian penting dari amar ma’ruf nahy munkar, misi penting penciptaan manusia.
Salah satu konsep Islam dalam pemanfaatan alam adalah had al-kifayah (standar kebutuhan yang layak). Artinya, dalam memanfaatkan alam, manusia perlu menggunakan standar kelayakan, yakni gunakanlah atau manfaatkanlah alam dan isinya sekedar memenuhi kebutuhan yang layak. Jangan serakah dan egois dalam memanfaatkan alam. Jangan menggunakannya di luar standar yang digariskan. Sebab, hal itu bermakna mengeksploitasi atau menzalimi alam. Misalnya, manusia membutuhkan batu bara, maka gunakanlah secukupnya sekedar memenuhi kebutuhan yang layak.
Namun, fakta realitas menunjukkan, manusia mengeksploitasi alam dengan menggali batu bara sebanyak-banyaknya. Terjadilah bencana tanah longsor, banjir dan kerusakan alam lainnya. Demikian pula dengan penggunaan lahan hutan. Karena didorong oleh sifat keserakahan dan ketamakan yang tiada batasnya, manusia merusak hutan, termasuk hutan lindung, padahal hutan berfungsi sebagai paru-paru, menjaga kesehatan lingkungan. Penggundulan hutan menimbulkan berbagai bencana berskala besar, sangat mengerikan akibatnya, terutama dirasakan oleh masyarakat dan makhluk lain yang bermukim di sekitar hutan tersebut.
Manusia adalah khalifah, penjaga kelestarian alam
Al-Quran menyatakan, manusia telah menerima amanah untuk menjadi pengelola alam setelah sebelumnya langit, bumi dan gunung-gunung telah menolak memikul tanggung jawab tersebut, sedangkan manusia menerimanya dengan sukarela (Q.S. al-Ahzab: 72). Amanah dalam ayat di atas merupakan perjanjian anatara Tuhan dan manusia. Tuhan menunjukkan kepercayaan-Nya terhadap kemampuan manusia untuk mengelola alam. Dengan demikian manusia mendapat tempat khusus sebagai khalifah fil-ardh (Q.S. al-Baqarah, 2: 30).
Al-Qur’an tegas memperingatkan manusia agar tidak membuat kerusakan terhadap alam dan lingkungan tempat mereka tinggal. Manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan Allah swt untuk menjadi khalifah atau pemimpin yang berkewajiban mengelola bumi ini sebaik-baiknya demi kepentingan manusia dan makhluk lainnya.
Tugas untuk mengelola dan memanfaatkan hasil bumi hanya diamanahkan kepada manusia sebagai khalifah, bukan kepada tumbuhan dan hewan atau makhluk lainnya. Mengapa manusia? Karena manusialah yang dianugerahi akal dan hidayah berupa agama. Alangkah kejam dan jahatnya manusia jika mereka tidak bertanggung jawab dan bahkan mengkhianati amanah yang diberikan Tuhan kepadanya. Sebab, di tangannyalah bergantung nasib para makhluk di bumi ini. Perhatikan Q.S al-Baqarah, 2:11-12 dan 195.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ لَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ قَالُوٓاْ إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلۡمُفۡسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشۡعُرُونَ
Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّهۡلُكَةِ وَأَحۡسِنُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Isu lingkungan adalah isu global
Kecenderungan global pengrusakan alam menjadi kegelisahan semua bangsa di planet ini. Ironisnya, pengrusakan alam berjalan seiring dengan upaya-upaya modernisasi yang seharusnya menjanjikan kehidupan manusia lebih damai dan bahagia. Isu-isu kerusakan global terkait kelestarian alam, di antaranya disebabkan oleh industrialisasi yang semakin cepat, pertumbuhan penduduk semakin padat, kekurangan gizi yang semakin parah, sumber daya alam semakin terbatas dan tidak bisa diperbaharui, serta lingkungan hidup yang semakin rusak.
Eksploitasi manusia terhadap lingkungan disebabkan, antara lain oleh tiga faktor: populasi, konsumsi dan teknologi. Jumlah populasi manusia meningkat drastis akhir-akhir ini terutama di negara-negara berkembang yang umumnya didera kemiskinan dan kelaparan. Peningkatan populasi penduduk umumnya disertai dengan ancaman meningkatnya pengangguran dan kemiskinan, kurangnya sumber pangan, terutama air bersih, kurangnya perumahan dan tempat pemukiman yang layak dan mewabahnya penyakit menular serta meningkatnya kriminalitas.
Peningkatan jumlah penduduk yang sudah tak terkendali juga mempengaruhi volume sampah yang merupakan hasil konsentrasi penduduk. Sementara, sistem penanganan sampah masih sangat primitif sejalan dengan perilaku masyarakat yang tidak begitu peduli terhadap sampah. Kebiasaan masyarakat buang sampah sembarangan, membuang limbah industri rumah tangga ke sungai dan danau serta penggunaan air sungai yang tanpa proses pembersihan untuk keperluan rumah tangga. Semua perilaku buruk itu berdampak pada pencemaran lingkungan dan tingginya penularan penyakit. Perilaku buruk juga ditunjukkan oleh sejumlah perusahaan yang melakukan pencemaran dalam skala besar. Tentu dampaknya pun sangat meluas mempengaruhi buruknya kesehatan alam dan manusia.
Selain itu, meningkatnya populasi penduduk mendorong peningkatan konsumsi, sementara luas lahan tidak bertambah, demikian pula sumber-sumber daya alam lainnya pun semakin berkurang. Masalahnya, seringkali manusia terdorong oleh syahwatnya untuk mengkonsumsi hasil bumi sebanyak-banyaknya melebihi kebutuhan yang layak sebagai manusia. Kondisi demikian tidak jarang membawa kepada konflik, bahkan perang yang berkepanjangan memperebutkan sumber daya alam. Fatalnya, sejumlah konflik menggunakan alasan agama sebagai pembenaran.
Akibat dari perbuatan mengeksploitasi alam akan timbul bencana berupa tanah longsor, banjir, kebakaran hutan, meningkatnya suhu panas bumi, melelehnya es di kutub sehingga volume air laut meninggi drastis. Semua itu akan berdampak sangat buruk bagi kehidupan manusia di planet bumi ini. Bukan hanya mereka yang melakukan kejahatan yang akan merasakan dampaknya, melainkan orang lain yang tidak bersalah juga terkena dampaknya.
Upaya pengrusakan alam semakin masif dan tragis, di antaranya karena penggunaan teknologi canggih secara keliru. Teknologi yang awalnya diciptakan untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia, dalam realitasnya lebih banyak digunakan untuk merusak dan mengeksploitasi alam. Lihat saja bagaimana para penebang pohon menggunakan alat teknologi canggih yang dalam waktu sekejap membuat hutan menjadi gundul dan rata dengan tanah. Alat-alat canggih itu pun dalam pengoperasiannya menimbulkan dampak kerusakan lingkungan.
Upaya Rasulullah menjaga kelestarian alam
Umat Islam hendaknya sadar bahwa upaya menjaga kelestarian alam sudah diingatkan, dan bahkan sudah dilakukan oleh Rasulullah saw pada 14 abad lalu. Setidaknya, Rasul melakukan tiga upaya konkret sebagai berikut. Pertama, beliau misalnya tercatat melakukan upaya penetapan daerah konservasi dengan menjadikan wilayah Naqi’ sebagai daerah konservasi. Kebijakan Nabi juga diikuti khalifah Umar dengan menjadikan Saraf dan Rabazah sebagai daerah konservasi. Gerakan konservasi ini perlu lebih kuat digemakan agar menjadi kebijakan mainstream dari pemerintah dan para pemangku kepentingan.
Kedua, upaya lain yang dilakukan Rasul adalah mendorong umatnya rajin menanam pohon. Mengapa perlu menanam pohon? Setidaknya ada dua alasan penting: Pertama, pertimbangan manfaat seperti dinyatakan dalam Q.S.‘Abasa,80:24-32. Kedua, pertimbangan keindahan seperti disebut dalam Q.S, al-Naml, 27:60.
Ketiga, upaya terakhir tapi tidak kurang pentingnya adalah Rasul melarang umatnya melakukan pencemaran, khususnya terkait air bersih. Hadis Rasul yang terkenal, antara lain berbunyi: “Takutlah tiga hal yang menimbulkan laknat Tuhan, yaitu buang air besar di saluran air (sumber mata air), di tengah jalan dan di tempat orang-orang berteduh (HR. Abu Daud). Terkait air bersih, sangat penting direnungkan bahwa air bukanlah komoditas yang dapat dikembangkan atau diperbanyak. Jumlah air, khususnya air bersih sangat terbatas dan beberapa wilayah di bagian bumi ini sudah mulai kekurangan air.
Kesimpulan
Qur’an dan Sunnah Rasul memuat sejumlah pedoman pemeliharaan lingkungan yang dapat dipolakan pada tiga hal: Pedoman pemeliharaan lingkungan (Q.S al-A’raf, 7:55, al-Baqarah, 2: 205, al-Rum, 30:41, Saba, 34:27-28). Pedoman pemanfaatan lingkungan (Q.S al-Baqarah, 2:22, al-Anbiyaa, 21:30). Pedoman pencegahan bencana lingkungan (Q.S al-Baqarah, 2:11-12 dan 195 dan Ali Imran, 3:190-191).
Dengan menyimak semua pedoman yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur’an dan praktek yang dilakukan Rasulullah, sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa Islam adalah agama cinta lingkungan, agama yang sangat peduli pada upaya menjaga kelestarian alam dan kesehatan lingkungan demi kemashlahatan semua manusia, bahkan semua makhluk di alam semesta. Itulah makna atau spirit dari Islam rahmatan lil alamin, agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi sekalian alam.
Lalu, apa yang harus kita lakukan? Mulai sekarang dan dimulai dari diri sendiri mari bersama berkomitmen melakukan hal-hal berikut: Pertama, gunakanlah selalu barang-barang dan jasa yang ramah lingkungan. Kedua, berlaku hematlah dalam segala hal, terutama terkait penggunaan air bersih dan energi yang tak terbarukan. Ketiga, pilihlah transportasi yang rendah emisi gas. Berharap agar penggunaan kendaraan pribadi dan transportasi publik yang menggunakan listrik menjadi semakin masif. Keempat, jangan menggunakan gelas, botol dan kantong plastik. Plastik itu sendiri bukan masalah, tapi cara kita menggunakannya yang tidak terkontrol. Limbah plastik sangat berbahaya bagi planet ini karena plastik tidak dapat mengalami biodegradasi, sulit untuk hancur dan merusak lingkungan. Kelima, gunakanlah produk organik. Makanan organik bebas dari pestisida, pupuk kimia, tidak mengandung organisme transgenik dan seterusnya. Keenam, buanglah sampah pada tempatnya dan biasakanlah memilah-milah sampah sebelum dibuang. Jangan mencemari sungai, danau dan laut. Ketujuh, rajinlah menanam pohon. Jangan biarkan suatu lahan kosong dan gundul tanpa manfaat. Paling tidak, usahakan pekarangan rumah menjadi lahan hijau oleh berbagai tanaman. Hadis Nabi berikut perlu menginspirasi kita semua: Barang siapa memiliki lahan hendaklah ia tanami, atau ia serahkan kepada orang lain untuk ditanami dan dimanfaatkan (HR. Bukhari). Kedelapan, biasakanlah pola hidup bersih sehat dan peduli pada kelestarian alam. Ketahuilah, perilaku kita hari ini sangat menentukan masa depan nasib anak-anak kita. Berpikirlan untuk menyelamatkan sesama.
Namun, yang paling penting adalah negara harus tegas membuat kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan yang berpihak kuat pada upaya menjaga kelestarian alam dan kesehatan lingkungan. Semua peraturan yang bias kepentingan harus segera dihapus. Selain itu, negara juga harus tegas memberikan sanksi dan hukuman bagi mereka, khususnya para perusahaan yang merusak lingkungan dan mengeksploitasi alam.
Musdah Mulia