Alqur’an menegaskan bahwa seorang Ibu, terutama ketika hamil dan menyusui anaknya wajib mendapatkan perlindungan kesehatan, gizi, dan lainnya. Ayah diharuskan memenuhi kebutuhan ibu hamil dan ibu menyusui. Dan jika terjadi sesuatu yang mengakibatkan si ibu tidak bisa atau tidak mau menyusui, sang ayahlah yang harus mencarikan ibu penyusu. (Q.S. al-Baqarah, 2:233 dan al-Thalaq, 65: 6).
Penghormatan hak reproduksi seorang perempuan sangat dianjurkan dalam Islam. Haid dipandang sebagai siklus bulanan yang sifatnya alami. Bahkan haid bulanan yang teratur merupakan hal yang positif, yakni sebagai tanda bahwa perempuan itu sehat dan normal. Oleh karena itu, perempuan haid boleh berhubungan dengan suami kecuali hubungan seksual. Yang najis hanyalah tempat keluarnya darah haid, dan bukan tubuh perempuan seluruhnya. Konsekuensinya, yang dilarang hanyalah aktivitas bersetubuh, dan bukan yang lain (Q.S. al-Baqarah, 2: 222).
Rasulullah -dalam banyak hadis sahih yang diriwayatkan Aisyah ra- tetap berhubungan biasa dengan istrinya yang haid. Tidur seranjang, makan sepiring dan minum segelas. Tidak ada perilaku diskriminatif terhadap perempuan yang sedang haid. Kalaupun ada larangan bersetubuh, hal ini pada hakikatnya demi menjaga organ dan kesehatan reproduksi perempuan. Karena secara klinis terbukti bahwa berhubungan intim ketika haid sangat merugikan kesehatan, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Selanjutnya, jika perempuan yang sedang haid dan nifas tidak diperbolehkan melakukan ibadah, seperti salat, puasa, tawaf, dan i‘tikaf, hal itu tidak berarti perempuan itu hina dan kurang amalnya. Sebab, menaati perintah Allah swt sama nilainya dengan menjauhi larangan-Nya.
Jadi, jika dalam kondisi suci dan normal perempuan berhak mendapat pahala karena menjalankan perintah-Nya, dalam kondisi haid dan nifas, ia pun berhak memperoleh pahala karena secara sadar menjauhi larangan-Nya. Inilah keadilan Allah swt, Tuhan Yang Maha adil mempertimbangkan kondisi kesehatan reproduksi perempuan.
Alqur’an menjamin agar hak-hak asasi perempuan dipenuhi, terutama dalam hal memperoleh perlakuan yang baik (ma’rûf).
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَرِثُواْ ٱلنِّسَآءَ كَرۡهٗاۖ وَلَا تَعۡضُلُوهُنَّ لِتَذۡهَبُواْ بِبَعۡضِ مَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَٰحِشَةٖ مُّبَيِّنَةٖۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ فَإِن كَرِهۡتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡٔٗا وَيَجۡعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيۡرٗا كَثِيرٗا
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Q.S. an-Nisa’ [4]:19).
Selanjutnya, Islam sangat menghargai hak-hak reproduksi perempuan, termasuk perempuan remaja. Allah swt juga sangat menghargai perjuangan seorang ibu yang sedang mengandung. Demikian pula saat melahirkan dan menyusui. Oleh karena itu, Allah swt mewajibkan setiap anak menghormati kedua orang tuanya, khususnya ibu.
وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ إِحۡسَٰنًاۖ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ كُرۡهٗا وَوَضَعَتۡهُ كُرۡهٗاۖ وَحَمۡلُهُۥ وَفِصَٰلُهُۥ ثَلَٰثُونَ شَهۡرًاۚ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرۡبَعِينَ سَنَةٗ قَالَ رَبِّ أَوۡزِعۡنِيٓ أَنۡ أَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَيَّ وَأَنۡ أَعۡمَلَ صَٰلِحٗا تَرۡضَىٰهُ وَأَصۡلِحۡ لِي فِي ذُرِّيَّتِيٓۖ إِنِّي تُبۡتُ إِلَيۡكَ وَإِنِّي مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِينَ
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” (QS al-Ahqaf [46]:15).
Demikian tingginya martabat seorang ibu di dalam ajaran Islam sehingga dinyatakan dalam hadis Nabi saw bahwa ibu memiliki hak penghormatan anak tiga kali lebih banyak daripada penghormatan terhadap ayah.
Musdah Mulia