|

Muslimah Reformis

Mempermudah Maka Akan Dipermudah: Toleransi Versiku untuk Menciptakan Kerukunan

Tri Indah Annisa

Sebentar lagi mau pemilu 2024 nih! kalau dilihat dari angka tahun memang masih cukup lumayan lama, karena tahun 2022 saja belum habis dan tahun 2023 belum kita rasakan. Tetapi, rasa-rasanya huforia pemilu sudah terlihat meriah diberbagai media maupun di jalan-jalan. Kita bisa lihat banyaknya di media sudah memberitakan pencalonan koalisi presiden dan wakil presiden, bahkan sudah banyaknya deklarasi untuk menjadi presiden 2024.

Di sisi yang lain juga terdapat fakta yang terlihat mata, bahwa sudah banyak bendera-bendera politik mengkampanyekan golongannya dan bahkan sudah menguntai janji-janjinya. Ini merupakan sebuah klise di negeriku sendiri yang tidak bisa kita hindarkan sih. Mau boleh buat, seperti sudah mendarah daging siklus kehidupan memang seperti itu dari abad ke abad bahkan dari tahun ke tahun. permasalahanpun juga terlihat mengulang sama seperti sudah ada yang mengagendakan.

Coba kita jabarkan satu-satu, setiap bulan September contohnya kita disuguhkan pemberitaan G30S PKI, kita diajak historical grounded untuk disuruh merasakan kekejaman antek-antek radikalisme dan fanatisme sebuah golongan. Saya melihat ini dengan dua mata sisi dalam menafsirkannya, disisi lain kita disuruh mengingat sejarah sebagai bentuk identitas cinta tanah air, disisi yang lain akan menumbuhkan sikap provokatif kebencian terhadap suatu golongan yang imbasnya akan membuat sikap fanatis dan radikal untuk membenci golongan tersebut sampai kapanpun tanpa dikasih ruang untuk memaafkan kejadian tersebut.

Yang terjadi apa? Keturunan mereka akan merasa terintimidasi dan merasa menjadi golongan terlarang yang harus dijauhi. Bukankah ini akan memunculkan persoalan baru? Yang bertolak belakang dengan cita-cita pancasila? Ironis dan klise sebenarnya kehidupan dunia ini seperti berputar mengulang-mengulang saja. Contoh di atas merupakan bentuk dari intoleransi secara tidak sadar yang dibuat negara untuk masyarakatnya. Seakan-akan mereka yang memupuk sikap toleransi untuk menciptakan kerukuanan bangsa, disisi yang lain pemerintah atau negara merupakan sumber dari intoleransi itu sendiri.

Saya pikir bahwa kita harus memiliki paradigma baru sikap toleransi yang mampu laten dalam sanubari masyarakat sehingga terciptanya kehidupan harmonis dan rukun. Salah satunya bersikap toleransi yang tidak menyulitkan orang lain. Tidak menyulitkan orang lain merupakan sebuah term yang sangat mudah dipahami dan sangat mudah diajarkan sedini mungkin.

Kata tidak menyulitkan orang lain bisa menjadi edukasi baru dan prespektif cara berpikir baru untuk masyarakat untuk menumbuhkan kepekaan kepada orang lain. Toleransi tidak menyulitkan orang lain mungkin memiliki dikhotomi yang membuat kita merenung yaitu suatu sikap yang sulit dan disisi yang lain sangat mudah untuk di terapkan.

Oke, kita bahas yah, mula-mula dengan perspektif Islam bahwa kata toleransi berasal dari kata ”samahah” yang artinya mudah dan dimudahkan”. Jadi, seharusnya kita sebagai manusia sosial, sikap toleransi itu seharusnya bisa membuat orang menjadi senang dan merasa mudah. Bukan malah menjadikan seseorang atau orang lain merasa susah atau sulit bahkan merasa takut. Menurutku ini adalah toleransi versiku yang terpenting jangan menyulitkan orang lain. Dan menurutku Sikap toleransi berbanding lurus dengan sikap rahmah dalam ajaran islam. Yang mana mampu mendorong seseorang untuk selalu berbuat baik, saling mengasihi dan menghormati orang lain.

Jadi, sebenarnya toleransi itu sebuah mindset yang menjadi prilaku cara kita memperlakukan orang lain. Semakin luas mindset kita perfikir dengan mempermudah hak-hak yang seharusnya dimiliki orang itu. Maka, semakin leluasa juga cara kita untuk menghargai orang lain. Karena toleransi itu muncul dari rasa empati dan simpati, yang pada akhirnya bermuara pada sisi mengapresiasi. Maka, munculah kehidupan yang damai, rukun dan tentram karena sudah mampu mengapresiasi perbedaan dengan saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

Nah, bisa juga nih kita mengaplikasikan sikap toleransi di atas untuk kehidupan nyata masa kini dengan mempermudah seseorang atau orang lain yang berbeda agama dengan kita untuk beribadah menurut agamanya masing-masing. Mempermudah disini adalah bahwasannya mereka adalah manusia yang memiliki fitrah beragama dalam dirinya. Dan butuh untuk menaktualisaikan keber-agamaannya dengan membutuhkan bangunan tempat ibadah sebagai identitasnya. Jadi, jangan dipersulit mereka jika ingin membangun tempat ibadah mereka. Apalagi sampai berdemo untuk penolakan atas membangun rumah ibadahnya.

Sikap mempersulit orang beribadah untuk mendirikan rumah ibadah itu sebagai bentuk pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Apa salahnya mereka mendirikan rumah ibadah, jika memang mereka sudah menyelesaikan administratif tanpa adanya pelanggaran di dalamnya. Mbok yoo jangan didemo apalagi dipersulit.

Sebenernya apa sih alasan mempersulit orang lain mendirikan rumah ibadah? orang toh mereka cuma mau beribadah untuk menyembah tuhannya. Apa karena ketakutan stigma masyarakat akan missionaris menyebarkan agama mereka. Duh, lagi-lagi potret klise permasalahan yang sangat usang. Padahal di Indonesia sudah jelas undang-undang bahwa tidak boleh berdakwa kepada seseorang yang sudah memiliki agama. Atau permasalahan yang lain?, takut keimanan kita goyah jika mereka mendirikan rumah ibadahnya di lingkungan kita (sebut saja mendirikan gereja). Masa iya keimanan kita kecil sekali ada bangunan gereja bisa membuat keimanan lemah dan goyah.

Oleh sebab itu, solusinya pertama, mari kita bersikap toleransi dengan cara tidak mempersulit orang lain lain dengan mempermudah mereka beribadah memurut kepercayaan mereka masing-masing. Jangan sikap intoleransi itu mengintai kita terus. Jangan sikap intoleransi dan fanatisme yang salah masih membayangi keberagamaan kita. katanya mau hidup rukun, mau hidup damai, mau hidup  tentram.

Kedua, dari rumah mainset untuk mempermudah kebebasan berkeyakinan orang lain dan beragama orang lain dimulai dengan menumbuhkan sikap toleransi dengan mempermudah masayarakat yang beda agama untuk mudah mendirikan rumah ibadahnya. Mereka punya hak yang sama jika mereka sudah memberikan kewajiban mereka kepada negara berupa administratif yang lengkap. Jangan sampai intoleransi mengancam kehidupan kita.

Ketiga, bijak beragama sehingga orang lain merasakan kebahagian yang sama. Saya percaya bahwa seluruh agama itu rahmatan lil alamin dalam kaca mata pendekatan sosiologis. Bahwa agama itu menjadi pendorong seseroang untuk melakukan kebaikan dan berbuat baik. Indoensia sebagai negara yang sangat religius dibuktikan bahwa bangsa indonesia masyarakatnya beragama. Seharusnya bisa mengaktualisasikan kebaikan dari fitrahnya dia beragama.

Jadi, marilah mudah memempermudah seseorang  khususnya dalam mereka mengekpresikan agama. Seperti kita ingin dipermudah segala sesuatunya. Inilah toleransi dan kerukunan versiku. Dengan mengapresiasi perbedaan maka akan terciptanya saling sayang dan  pengertian memiliki kehidupan yang bahagia karena sikap kita yang saling menghormati satu sama lain.

 

Penulis merupakan pendiri studiagama.id