Muslimah Reformis dan Tauhid sebagai Pembebasan

Ensiklopedia Muslimah Reformis

Ini adalah buku setebal 863 halaman. Penulis menyebutnya sebagai Ensiklopedia Muslimah Reformis. Apakah isinya tentang dapur, sumur, dan kasur seorang muslimah? Atau tentang tutorial memakai jilbab yang modern dan elegan? Tentu tidak.

Buku ini berisi pemikiran yang relatif komprehensif dari Prof. Dr. Musdah Mulia. Temanya sangat luas, sebagaimana isu yang selama ini digelutinya. Tentang pendidikan, keluarga, perempuan, demokrasi, hak asasi manusia, kekerasan, tafsir, dan dakwah transformatif. Lebih jauh, sub judul buku ini adalah “Pokok-pokok Pemikiran untuk Reinterpretasi dan Aksi.” Artinya, buku tebal ini juga diniatkan untuk memberikan basis transformatif dalam merespons isu-isu sosial kemasyarakatan, dalam sudut pandang seorang muslimah.

Dalam sudut pandang saya, Musdah adalah sebenar-benar representasi seorang muslimah reformis, dalam definisi yang saya tangkap. Ia adalah ulama perempuan feminis, sekaligus aktivis yang menggeluti isu-isu demokrasi, pluralisme, hak asasi manusia, dan kekerasan berbasis agama.

Bagi saya, meski pekerjaan rumah dalam isu Islam dan perempuan masih teramat banyak, kita juga sudah sampai pada momentum di mana kalangan perempuan muslimah merambah kepada isu-isu lain yang lebih luas.

Kelebihan Ensiklopedia Muslimah Reformis

Nah, buku tebal ini memberikan basis yang sangat kuat untuk menggeluti isu-isu yang lebih luas, yang dalam beberapa detailnya beririsan dan terkait langsung, interconnected. Buku ensiklopedi pemikiran semacam ini sangat penting untuk membuka jalan bagi generasi berikutnya.

Dan seorang Prof. Musdah Mulia tidak seharusnya berjalan sendirian, berjuang sendirian, dalam membangun peradaban kesetaraan. Karena itu, ketika muncul ide untuk membumikan pemikiran muslimah reformis ke lebih banyak generasi berikutnya, saya juga dengan antusias menyahutinya. Saya terlibat merumuskan program pelatihan yang disebut sebagai Pelatihan Muslimah Reformis, agar muncul Musdah-Musdah muda pada generasi milenial sekarang ini.

Dalam konteks rumusan pemikiran, ada satu titik pijak penting yang ingin saya garisbawahi di sini. Meski dicap liberal dan bahkan dikafirkan oleh beberapa orang, Musdah Mulia meletakkan pijakan pemikirannya dengan kuat pada tradisi keislaman. Sangat terlihat dalam buku ini betapa kokohnya argumen dari sudut pandang dan spirit keislaman dalam membangun responsnya terhadap berbagai masalah sosial.

Dalam pengantarnya, ia meletakkan buku ini dalam kerangka membangun daya kritis dalam melihat agama di ruang sosial. Juga bagaimana memfungsikan agama sebagai pedoman hidup yang dapat mengantarkan manusia dan masyarakat menjadi lebih berkebudayaan, berkeadaban, berspiritualitas, dan lebih manusiawi.

Tauhid Sebagai Pembebasan

Salah satu titik pijak yang menarik adalah soal tauhid. Ini juga titik penting dalam keseluruhan pemikiran yang dikembangkan oleh Cak Nur. Bagi Musdah, tauhid adalah ajaran inti dalam Islam yang justru membebaskan manusia dan mempromosikan kesetaraan.

Tauhid dalam pandangan Musdah juga menghapuskan semua sekat diskriminasi dan subordinasi. Keyakinan, tradisi, tata nilai, yang salah tidak saja membuat manusia terzalimi, namun juga mengorbankan yang lemah dan tak berdaya. Islam dengan konsepsi tauhidnya hadir memberikan sinar pembebasan. Kehadiran Islam identik dengan lepasnya belenggu yang menjerat kelompok-kelompok rentan dan lemah seperti budak, kaum miskin, perempuan, anak-anak, serta golongan minoritas lain.

Demikian juga, keyakinan bahwa tidak ada manusia yang setara dengan Allah pada gilirannya melahirkan pandangan kesetaraan manusia. Tidak ada manusia nomor satu dan nomor dua. Manusia pada hakikatnya sama. Tidak boleh ada manusia yang boleh dipertuhankan dalam arti dijadikan tujuan hidup dan tempat bergantung, ditakuti, disembah, dan seluruh tindakannya dianggap benar tanpa syarat.

Raja bukanlah bukanlah tuhan bagi rakyat, suami bukanlah tuhan bagi istri, orang kaya bukanlah tuhan bagi orang miskin. Karena bukan tuhan, maka rakyat tidak boleh mempertuhankan rajanya. Begitu juga istri, tidak boleh mempertuhankan suaminya.

Karena itu, tauhid dalam bahasa Musdah bukan doktrin yang statis. Ia adalah energi aktif yang membuat manusia menempatkan Tuhan sebagai Tuhan, dan manusia sebagai manusia. Penjiwaan terhadap makna tauhid seperti ini tidak saja membawa kemaslahatan dan keselamatan individual, melainkan juga melahirkan tatanan masyarakat yang bermoral, santun, manusiawi, bebas dari diskriminasi, ketidakadilan, kezaliman, rasa takut, dan segala bentuk penindasan.

Islam Itu Ramah

Dengan titik pijak seperti itu, bagi Musdah, Islam seharusnya tampil dalam wajah dan orientasi yang humanistik dan transformatif.

Kehadiran buku ini adalah penegasan bahwa persoalan Islam adalah persoalan tafsir. Buku ini lahir di tengah menguatnya pandangan yang literalistik dan konservatif. Corak keberagaman masyarakat akhir-akhir ini cenderung menjauhkan pemikiran rasional dari persoalan iman. Ini melahirkan perilaku keagamaan yang eksklusif dan intoleran, bahkan melahirkan tindakan ekstremisme dan radikalisme.

Dan tentu, meski ini adalah ensiklopedi “muslimah” reformis, pada dasarnya cara pandang berbasis Islam ala Prof. Musdah Mulia ini juga seharusnya menjadii cara pandang kita semua dalam merespons berbagai isu sosial yang melingkupi kita.

 

Judul : Ensiklopedia Muslimah Reformis
Penulis : Musdah Mulia
Penerbit : Penerbit BACA
Tebal : 863 halaman
Tahun Terbit : 2020
Editor: Saleh