Chrismanto Pangihutan Purba
Melalui pemikiran Musdah Mulia, pluralisme tidak hanya dimaknai sebatas toleransi dan kerukunan umat beragama
Prof. Dr. Musdah Mulia, MA telah meluncurkan buku terbarunya di Perpustakaan Nasional Jakarta, Perjalanan Lintas Batas: Lintas Agama, Lintas Gender, Lintas Negara, Kamis (22/02/2024 ). Buku setebal 630 halaman ini memuat kumpulan esai menceritakan perjalanan penulis mengalami sebuah perjumpaan dengan keragaman pluralitas yang berbeda di lebih dari 100 kota dan 51 negara dalam 20 tahun terakhir.
Payung besar dari pembahasannya adalah tentang agama, demokrasi, hak asasi manusia, kebudayaan, jender, seksualitas, teknologi, dan masih banyak isu-isu kontemporer dan varian lainnya. Sebutlah, diantaranya, hak waris perempuan, minoritas agama dan keyakinan, dan disabilitas.Semua tema dan pembahasan tersebut menjadi kajian pembahasan. Melalui pemikiran Musdah Mulia, pluralisme tidak hanya dimaknai sebatas toleransi dan kerukunan umat beragama.
Sejak kita lahir, pluralitas dan keberagaman merupakan sebuah fakta dan keniscayaan. Semisal di Indonesia terdiri dari ribuan pulau. Di dalamnya terdapat beragam pluralitas, seperti etnisitas, budaya, agama lokal, bahasa dan keanekaragaman lainnya. Melalui bukunya ini, Musdah Mulia pun telah meyakini dan memiliki kesadaran utuh bahwa pluralitas adalah sebuah keniscayaan. Oleh karena itu, beliau membuka diri dan melintasi untuk mengalami perjumpaan dengan keragamaan pluralitas yang saling berbeda tersebut, seperti agama, keyakinan, gender, dan seksualitas.
Namun, seorang Musdah Mulia pun dapat mendialogkan nilai-nilai demokrasi, kesetaraan, hak asasi manusia pada setiap pemahaman relativitas berbeda yang tumbuh dari setiap pluralitas tersebut. Semua ini diupayakan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu proses berkesinambungan untuk bekerjasama mencapai perdamaian dan peradaban dunia lebih baik. Menurut saya, inilah harapan dan cita-cita pluralisme. Jika pluralitas adalah keniscayaan, pluralisme merupakan sebuah ‘prestasi’. Sebuah tujuan pencapaian bersama dari keragaman pluralitas yang berlainan untuk menciptakan common society
Dialog Agama untuk Kesetaraan
Musdah Mulia pun meyakini bahwa pluralisme dapat diraih apabila setiap pluralitas yang beragam terus menerus secara intensif dan berkesinambungan melakukan dialog. Tanpa adanya dialog, cita-cita pluralisme akan sulit diwujudkan. Melalui bukunya, Musdah Mulia turut menekankan bahwa dialog antar umat agama menjadi sangat penting untuk membangun pluralisme. Agama tetaplah menjadi penting karena agama dapat menanamkan kepada pemeluknya sebuah nilai moral untuk melahirkan tindakan kemanusiaan positif dan konstruktif. Terlebih-lebih semua kaum beragama telah mengetahui bahwa yang menyebabkan dunia menjadi tidak baik-baik saja karena masih adanya ketidaksetaraan, ketidakadilan, kemiskinan, dan kezaliman. Agama pun dapat menjadi sumber makna dan kebajikan.
Dialog agama yang dilakukan sepatutnya bukan melalui sisi maskulinitas agama, melainkan menekankan pada ajaran-ajaran feminitas agama yang melahirkan kelembutan, kedamaian dan kesejukan.
Saya membaca tulisan-tulisan di buku ini bukan hanya sebuah cerita perjalanan, melainkan juga sebuah upaya mendialogkan pluralitas yang berbeda untuk menjadi tujuan bersama. Mendorong pluralitas menuju pluralisme. Ada harapan untuk mewujudkan dan cita-cita bersama di berbagai tulisan perjalanan ini. Saya mengutip dari perjalanan Musdah Mulia ketika di Afganistan.
Sungguh di luar dugaan, pada hari terakhir pelatihan, tiga peserta menghampiri saya lalu berkata, “Maafkan sikap kami yang tidak ramah dan cenderung kasar di awal pelatihan. Sekarang kami baru paham apa itu makna demokrasi, apa itu prinsip hak asasi manusia, dan mengapa hak kesehatan reproduksi itu penting. Kami berterimakasih mendapat pencerahan dan ilmu bermanfaat. Saya membatin, inilah pentingnya pelatihan, pentingnya dialog, dan pentingnya upaya-upaya pemberdayaan masyarakat.”
Buku ini merupakan sebuah memoar pluralisme dari seorang Musdah Mulia. Buku catatan perjalanan intelektual dan spiritual seorang pejuang kemanusiaan melintasi batas-batas pluralitas untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu: masa depan pluralisme.