Apa yang kalian pikirkan ketika mendengar kata “Janda”? Apakah hanya sebuah status bagi perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya, bercerai dengan pasangannya atau justru pelabelan negatif yang melekat, seperti julukan perempuan penggoda, perempuan payah, tidak berdaya dan yang lainnya.
“Janda” menurut KBBI adalah perempuan yang tidak bersuami lagi karena bercerai ataupun karena ditinggal mati suaminya. Awalnya pemaknaan kata janda netral saja tanpa pelabelan, namun seiring berjalannya waktu stigma negatif yang ditujukan terhadap janda semakin tak tebendung. Tidak lain karna adanya rekontruksi sosial akibat budaya patriarki yang melekat sejak ratusan tahun lamanya. Kata janda kerap menjadi bahan olok-olok yang bersifat seksis.
Saya pernah mendapatkan telepon dari seorang kerabat berupa pengaduan, semacam curhat colongan. Perbincangan kami berlangsung kurang lebih satu jam. Ia mengeluhkan tentang perilaku para bapak-bapak tetangga yang menjadikan stigma janda sebagai guyonan yang dilontarkan di ruang publik. Begitupun dengan ibu-ibu yang merasa ketakutan dengan kehadiran seorang janda sehingga bersikap sinis, karna khawatir suaminya akan berpaling.
“Nita, apakah saya harus menikah agar saya tidak lagi menjadi bahan guyonan dan tidak lagi dicurigai ibu-ibu sebagai perebut suami orang. Padahal saya sangat nyaman dengan status saya sekarang. Saat ini saya sedang fokus menjadi kepala keluarga untuk anak-anak saya yang masih sekolah.”
Jujur setelah ia berkata demikian, sebagai sesama perempuan hati saya ikut tercabik-cabik. Di saat yang tidak mudah harus menerima kenyataan suami telah wafat, seorang single mom atau janda harus mendapatkan stigma yang demikian menyakitkan. Saya tidak habis pikir dengan perempuan yang tega menyakiti perempuan lainnya. Bukannya ikut memberikan dukungan dan membantu untuk kembali bangkit dari keterpurukan, eh malah menuduh yang tidak-tidak, ini sungguh memilukan. Padahal al-Qur’an sendiri telah menjelaskan secara ekspilit mengenai hal itu.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Al-Hujurat: 11)
Mereka tidak berpikir bahwa olok-olok yang bersipat seksis, perasangka buruk, mencibir, dan merendahkan adalah perbuatan tidak terpuji, yang sangat berpotensi menyakiti orang lain dan Islam sangat mengecam perbuatan tersebut. Dalam hadis Nabi Muhammad Saw juga dijelaskan.
“Abu Hurairah Ra. Menutrukan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesama muslim adalah saudara, tidak boleh saling menzalimi, mencibir, atau merendahkan. Ketakwaan itu sesungguhnya di sini,” sambil menunjuk dada dan diucapkannya tiga kali. (Rasul melanjutkan),”seseorang sudah cukup jahat ketika ia sudah menghina sesama saudara muslim. Setiap muslim adalah haram dinodai jiawanya, hartanya, dan kehormatannya.” (Shahih Muslim, No. 6706)
Membenarkan pelabelan stigma negatif terhadap single mom atau janda sama saja dengan melanggengkan kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan seksual, sosial dan ekonomi. Mungkin tidak sedikit dari kita yang sering melihat tulisan atau stiker yang menempel di kendaraan umum dan pribadi yang mengandung tulisan seksis. Belum lagi guyonan, olok-olok dan cat calling dengan mudahnya keluar dari bibir laki-laki. Bukankah ini termasuk ke dalam pelecehan seksual dan secara tidak langsung merendahkan martabat perempuan?
Julukan yang bernada merendahkan seperti wanita penggoda, pelakor dan yang lainnya membuat single mom merasa tidak nyaman ketika bersosial dengan orang-orang di sekitarnya. Sehingga menjadikannya minder dan fokusnya terganggu saat bekerja untuk menafkahi keluarganya. Stigma negatif itu sudah seharusnya kita lawan dengan saling mengingatkan satu sama lain, jangan sampai menjadi sebuah budaya buruk yang akhirnya banyak merugikan saudara-saudara kita yang berstatus sebagai single mom.