Ayu Alfiah Jonas
Tabu membelit istilah “Pendidikan Seks” atau pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas. Tabu-tabu tak berhulu itu membuat kita tak bisa bebas, bahkan selalu merasa tak enak bila menyebutkannya di ruang publik. Ketika mengemukakan pendapat tentang betapa penting dan mendesaknya pendidikan seks untuk anak dan remaja, saya dianggap terlalu vulgar. Teman saya, seorang aktivis feminis di sebuah kampus Islam, ditolak mentah-mentah ketika mengusulkan kurikulum pendidikan seks untuk organisasinya. Ia dianggap terlalu liberal dan mendapat ujaran kebencian di media sosial.
Beberapa orang di sekitar saya berbondong-bondong menolak dan menganggap pendidikan seks sebagai sesuatu yang menjijikkan karena bersitegang dengan norma agama dan norma sosial. Pendidikan seks diyakini sebagai hal yang tidak patut dibahas di ruang publik. Respons-respons itu bisa disebut wajar sebab tidak semua orang telah mengerti dan memahami apa sebetulnya makna pendidikan seks dan hal-hal apa saja yang meliputinya. Pendidikan seks kadung dimengerti sebagai ajaran untuk berhubungan seksual. Padahal, tidak demikian.
Pendidikan seks tidak mengajarkan tentang bagaimana cara berhubungan seksual, tapi cara mengidentifikasi seksualitas kita. Kesehatan seksualitas dalam pendidikan seks mencakup keadaan fisik, mental emosional dan sosial yang berhubungan dengan seksualitas. Esensi pendidikan seks adalah kesehatan. Inilah yang menjadi tumpuan. Setiap orang memiliki hak kesehatan, maka pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas dalam pendidikan seks wajib didapatkan oleh semua orang.
Tentang Pendidikan Seks
Asumsi negatif tentang pendidikan seks bermula dari ketidaktahuan tentang pengertian pendidikan seks. Ketidaktahuan tersebut memungkinkan kita menyimpulkan definisi yang salah. Seks (dalam bahasa Indonesia) kadung dimengerti sebagai kegiatan hubungan seksual semata. Padahal, dalam bahasa asal serapannya, bahasa Inggris, sex bermakna jenis kelamin. Inilah kesalahan pertama yang memunculkan tabu, bisa menjalar tanpa arah dan tanpa henti jika disorientasi pendidikan seks tak segera diluruskan. Pendidikan seks mencakup identitas seksual, pengenalan dasar tentang seks diri sendiri secara anatomis sangat berhubungan dengan kondisi biologis, yaitu kondisi anatomis dan fisiologis, organ seks, hormon, serta otak dan saraf pusat.
Dalam pengertian umum, seks dimengerti sebagai kegiatan fisik, sementara seksualitas sifatnya menyeluruh atau bersifat total, multi-determined, dan multi-dimensi. Artinya, seksualitas bersifat holistik dan melibatkan aspek bio-psikososial, kultural, dan spiritual. Maka, pendidikan seks juga bisa diartikan sebagai kegiatan memberikan pengetahuan tentang perubahan biologis, psikologis, dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan manusia atau sebuah pendidikan untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika, serta komitmen agama agar tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut.
Sejatinya, pendidikan seks adalah informasi tentang persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar. Informasi yang diberikan meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, serta aspek-aspek kejiwaan dan kemasyarakatan. Pengetahuan yang diajarkan adalah tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin mencakup pertumbuhan jenis kelamin, bagaimana fungsi alat kelamin sebagai alat reproduksi, bagaimana perkembangan alat kelamin, tentang menstruasi, mimpi basah dan sebagainya, sampai timbulnya birahi karena adanya perubahan pada hormon-hormon dalam tubuh. Pendidikan seks juga membahas masalah perkawinan, kehamilan, dan lain sebagainya.
Sudut Pandang Islam
Pendidikan seks dalam Islam memiliki multiorientasi. Ada pengenalan (ta’rif), pembinaan (ri’ayah), penguatan (ta’ziz), dan pencegahan (wiqayah). Mengenalkan perbedaan anatomi tubuh perempuan dan laki-laki termasuk organ seksualnya dengan alat peraga atau audio visual memang sangat mudah. Tetapi, pembinaan mental spiritual, pendidikan kesehatan reproduksi, pemahaman terhadap penyakit berbahaya akibat pergaulan bebas dan hubungan seksual di luar nikah, seperti penyakit kelamin, AIDS, kanker rahim, dan sebagainya tidak selalu mudah. Pembinaan tersebut membutuhkan proses internalisasi, pendewasaan mental, dan pemikiran.
Baik keluarga, institusi pendidikan, masyarakat, dan media informasi, kesemuanya bertanggung jawab atas pengetahuan tentang pendidikan seks dan perkembangan seseorang agar tidak terjerumus dalam lubang kenistaan. Dalam Islam, langkah awal memberikan pendidikan seks dapat dilakukan dengan memberikan pengertian seks bagi anak dan memberikan pengertian batasan-batasan dalam bergaul dalam rangka meningkatkan keimanan anak kepada Allah Swt. Anak-anak wajib diajarkan untuk tidak menyentuh orang lain sembarangan dan mengenali batasan-batasan dalam interaksi fisik.
Kemungkinan Terburuk
Jika dalam rentang usia anak dan remaja kita belum mendapatkan pendidikan seks, maka kemungkinan paling besar yang akan terjadi adalah kita (baik laki-laki maupun perempuan) hanya akan diam ketika dilecehkan. Diamnya korban bisa ditimbulkan dari ketidaktahuan, ketidakpedulian, atau ketakutan. Ketiganya merupakan bentuk sikap dari level pengetahuan tentang pendidikan seks yang ada dalam diri masing-masing. Kemungkinan buruk inilah yang membuat diskusi, bimbingan, dan arahan yang berkaitan dengan pendidikan seks menjadi sangat penting untuk diberikan pada saat seksualitas anak mulai berkembang.
Dalam dunia pendidikan, sekolah dan guru mesti mampu mencegah terjadinya pelecehan atau kekerasan seksual terhadap anak dengan cara memberikan pendidikan seks. Sementara dalam rumah, pendidikan seks wajib diberikan oleh orang tua pada anaknya sedini mungkin. Sebab, pada usia dini, anak-anak sudah bisa melakukan komunikasi dua arah sehingga dapat mengerti dengan baik bila diajarkan tentang organ tubuh. Daya serap anak yang super kuat juga mendukung kegiatan memahami berjalan dengan lancar.
Lalu, apa dampaknya jika kita sebagai orang dewasa (termasuk orang tua) tidak memberikan pendidikan seks pada anak atau kita sebagai anak tidak diberikan pendidikan seks oleh orang dewasa? Absennya pendidikan seks baik dalam rumah maupun sekolah berpotensi membuat anak menjadi bingung dan mencari informasi yang salah dari sumber yang tidak layak. Dunia maya yang tak terbatas membuat anak-anak mudah mengakses sumber-sumber tidak layak di internet, termasuk konten pornografi. Untuk mencegah hal tersebut, kita sebagai orang tua atau orang dewasa memiliki kewajiban penuh untuk mengajarkan anak-anak tentang pendidikan seks.
Kurangnya informasi terhadap kesehatan reproduksi dan seksual juga membuat posisi remaja semakin rentan dan tidak bisa melindungi diri dari kekerasan, termasuk dalam kasus pernikahan usia anak. Para remaja tidak mengetahui tentang risiko pilihan dalam menentukan apa yang terjadi pada reproduksinya, tidak paham konsep menjalin hubungan yang benar, dan merasa bingung bagaimana menentukan sikap dalam menghadapi tekanan teman sebaya. Di sinilah pentingnya pendidikan seks yang tidak hanya berisi tentang seksualitas dan organ produksi. Lebih luas lagi, pengetahuan dalam pendidikan seks mencakup siklus kehidupan reproduksi perempuan dan laki-laki. Pengetahuan dan pemahaman ini penting untuk menjaga ketahanan reproduksi anak, terutama anak perempuan.
Pendidikan kesehatan reproduksi juga bagian dari upaya untuk memberdayakan anak perempuan, hal penting untuk mengakhiri pernikahan usia anak. Lebih luas lagi, pendidikan kesehatan reproduksi adalah bentuk mitigasi risiko agar anak-anak, terutama anak perempuan, terlindung dari kekerasan, utamanya kekerasan seksual. Jika memiliki pemahaman tentang seksualitas, anak perempuan akan lebih mengerti tentang batasan-batasan dalam interaksi fisik dan ketika dewasa nanti ia akan lebih berani dalam bertindak, tidak hanya sekadar diam.
Pilihan Alternatif
Isu seksualitas yang masih tabu dalam masyarakat mengakibatkan persoalan seksualitas atau kesehatan reproduksi menjadi sulit dibicarakan secara gamblang dan tuntas. Karena itu, jika masih tak nyaman dengan istilah “Pendidikan Seks”, kita bisa menggantinya menjadi “Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas”. Istilah ini mungkin terlalu panjang, namun perubahan ini adalah langkah yang baik sebagai permulaan. Kita bisa mulai menyampaikan pengertian ini dari lingkungan terdekat seperti keluarga, para tetangga, rekan kerja, dan teman sepergaulan. Memberikan pengertian tentang betapa pentingnya pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi juga bisa dilakukan di media sosial.
Perubahan-perubahan kecil adalah langkah awal untuk memulai perubahan besar yang akan berdampak besar pula. Kita bisa memulainya dengan pelan-pelan namun bersungguh-sungguh. Mispersepsi tentang pendidikan seks adalah masalah bersama yang mana penyelesaiannya pun harus dilakukan secara bersama-sama pula. Ada tujuan mulia dalam implementasi pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi. Salah kaprah di masyarakat menjadi hal krusial yang perlu diluruhkan.
Sumber Tulisan
- Implemetasi Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini di Sekolah, Jurnal Akses Pengabdian Indonesia Vol 3 No.1 (2018).
- Islam dan Pendidikan Seks Berwawasan Kemanusiaan(2020) oleh Muhbib Abdul Wahab.
- Pengaruh Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini. Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol 16 No.2 (2020).
- Remaja Problema Seks: Tinjauan Islam dan Medis(2006) oleh Nina Surtiretna.