Para ahli pendidikan Islam sepakat bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Muslim sehingga terwujud manusia yang bermoral atau berakhlak mulia. Pendidikan harus mampu mewujudkan cita-cita Islam yang mencakup pengembangan potensi rohani dan jasmani manusia sehingga membentuk manusia beriman dan berilmu secaraseimbang.Perlu diberi catatan di sini bahwa keimanan dan ketakwaan manusia, sebagaimana yang ingin diwujudkan dalam pendidikan Islam hendaknya jangan diukur atau dilihat secara sempit. Keimanan dan ketakwaan seseorang, misalnya tidak dapat diukur hanya pada hal-hal yang sifatnya legal formal, seperti pelaksanaan ibadah salat, puasa dan haji atau rajin menghadiri majelis taklim atau kumpulan zikir dan seterusnya. Lebih fatal lagi jika diukur dari hal-hal yang bersifat sangat simbolistik, seperti panjangnya janggut bagi laki-laki, panjangnya jilbab buat perempuan atau seringnya menggunakan label-label syariah dan sebagainya.
Indikasi utama keimanan dan ketakwaan seseorang tercermin pada seberapa besar empati dan komitmen seseorang pada upaya-upaya transformasi dan humanisasi atau dalam term Al-Qur’an disebut sebagai amar ma’ruf nahi munkar. Upaya-upaya tersebut mencakup semua upaya mentransformasikan diri, keluarga dan masyarakat ke arah yang lebih baik, lebih positif dan lebih konstruktif. Misalnya, membangun lingkungan yang bersih, baik secara material maupun moral; menolong fakir-miskin, membantu anak-anak dan perempuan terlantar serta kelompok rentan lainnya, mengentaskan kemiskinan, menghindari perilaku korupsi, menjauh dari semua tindakan diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan dengan dalih apa pun, termasuk kekerasan yang menggunakan alasan agama. Upaya-upaya humanisasi juga mencakup aspek yang sangat luas seperti upaya edukasi, publikasi dan advokasi yang kesemuanya dilakukan untuk mengubahseseorang atau masyarakat menjadi lebih manusiawi.
Agar pendidikan Islam dapat mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa dengan sejumlah indikasi yang disebutkan tadi, pendidikan hendaknya menyentuh dan mengaktualkan ketiga aspek penting dalam diri manusia secara bersamaan, yakni aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Inilah problemnya, karena dalam realitas sosial di masyarakat pendidikan Islam pada umumnya baru menyentuh aspek kognitif, dan itu pun belum optimal. Akibat dari pendidikan yang hanya mementingkan sisi kognitif belaka adalah seperti yang dewasa ini kita saksikan. Pendidikan Islam pada umumnya hanya mewujudkan manusia-manusia yang mengerti Islam, tetapi kurang mampu atau bahkan tidak mampu menginternalisasikan atau menghayati makna hakiki ajaran Islam, apalagi mengimplementasikan pengetahuan keagamaannya atau keislamannya itu ke dalam perilaku islami sehari-hari.
Konsekuensi logis dari pelaksanaan pendidikan Islam yang demikian adalah munculnya ribuan sarjana Muslim tetapi belum memberikan kontribusi positif yang optimal bagi bangunan peradaban Islam atau ketamaddunan Islam masa kini. Dengan ungkapan lain, para sarjana Muslim tersebut belum sepenuhnya mampu memberikan solusi yang signifikan terhadap berbagaiproblem sosial kontemporer yang dihadapi masyarakat Muslim dewasa ini.Karena itu, ke depan pendidikan Islam harus mampu mengubah dan mengembangkan ketiga potensi dasar manusia: pengetahuan, sikap dan perilaku ke arah lebih baik, lebih positif,lebih arif dan lebih manusiawi.
Intinya, di dalam pendidikan Islam harus mampu menajamkan pikiran, membuat seseorang menjadi lebih kritis dan rasional serta berwawasan luas dan terbuka. Juga pendidikan Islam harus mampu menghaluskan perasaan, mengubah sikap manusia ke arah lebih peka dan peduli, lebih inklusif, lebih toleran, lebih pluralis, dan lebih humanis serta lebih peduli pada kelestarian lingkungan dan alam semesta. Bahkan pendidikan Islam harus mampu menumbuhkan kearifan, mampu mengubah perilaku manusia ke arah lebih santun dan bermoral. Ringkasnya, tujuan akhirpendidikan Islam adalah membentuk manusia berbudi-pekerti luhur atau berakhlak mulia.
Pertanyaan muncul, apa saja indikasi nyata dari berakhlak mulia itu? Paling tidak,indikasinya dapat dilihat pada dua aspek. Pertama, sikap senantiasa taat dan patuh kepada Allah swt. dengan melakukan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Kedua, memiliki kepekaan sosial yang tinggi sehingga selalu tergugah dan terpanggil menyelesaikan berbagai problem kemanusiaan yang terjadi di sekitarnya, menghormati sesama manusia tanpa diskriminasi sedikitpun, serta peduli pada kelestarian lingkungan.
Dengan ungkapan lain, tujuan pendidikan Islam adalah memanusiakan manusia, menjadikan manusia lebih manusiawi; manusia yang bukan hanya memiliki kesalehan individual, tetapi juga kesalehan sosial. Manusia yang meyakini keberadaan dan keesaan Tuhan, serta memiliki empati kepada sesama manusia. Empati terhadap sesama manusia diwujudkan dalam bentuk sikap pemihakan terhadap kelompok masyarakat yang rentan, yakni kelompok manusia yang termarjinalkan seperti anak-anak yatim, anak-anak jalanan, anak-anak korban perang dan konflik, fakir miskin, para penyandang cacat (disable people), perempuan,buruh kasar, para pengungsi, dan orang-orang yang mengalami kekerasan, diskriminasi daneksploitasi.
Musdah Mulia