|

Muslimah Reformis

Webinar: Membaca (Lagi) Perempuan dalam Ayat-ayat dan Hadis-hadis Misoginis

Muslimah Reformis Foundation, bekerjasama dengan Muslimat Nahdhatul Ulama (NU) Samarinda menyelenggarakan webinar bedah buku Ensiklopedia Muslimah Reformis dengan tema Membaca (Lagi) Perempuan dalam Ayat-ayat dan Hadis-hadis Misoginis pada Sabtu (18/07/20).Mujahidah, dari Muslimat NU mengemukakan bahwa maksud “membaca lagi” dalam diskusi ini adalah karena pembahasan tentang perempuan seperti ini tidak habis-habis. Pandangan misoginis, atau yang secara sederhana diartikan dengan kebencian terhadap perempuan terus berlangsung hingga sekarang.

Musdah Mulia, selaku narasumber sekaligus penulis buku Ensiklopedia Muslimah Reformis menerangkan tentang bukunya yang mencoba menawarkan tafsir yang humanis-feminis dalam membaca teks-teks keagamaan.

Selain itu, founder dari Yayasan Muslimah Reformis ini juga mengaku buku yang terdiri dari 17 bab ini memang tidak mendalam, karena ensiklopedia. Menurutnya, kajian yang mendalam tentang suatu isu bisa dibaca dalam karya-karyanya yang lain. Misalnya jika ingin mengetahui pemikirannya tentang perkawinan dan keluarga bisa membaca di bukunya yang lain yaitu Membangun Surga di Bumi. Begitu juga dengan tema-tema yang lain.

Mengenai pandangan yang misoginis, Musdah Mulia mengartikannya sebagai sindrom kebencian yang bisa menjerat siapa saja. Tidak hanya laki-laki, melainkan juga perempuan terhadap perempuan lain. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya membangun pemahaman baru yang bisa menghapus kebencian, diskriminasi dan eksploitasi terhadap perempuan. Salah satu caranya adalah dengan menginterpretasikan kembali teks-teks keagamaan yang seringkali disalahpahami.

Sementara itu, narasumber lain,  Wajidi Sayadi menyebut istilah hadis-hadis misoginis dengan istilah hadis-hadis misinterpretasi. Teks-teks tersebut seringkali tercabut dari akarnya, sehingga keliru dalam memaknai.

Wajidi juga menjelaskan tentang satu metode dari Yusuf Qardhawi dalam memahami teks-teks misoginis, yakni dengan melihat al-Qur’ān sebagai kerangka utama. Sekiranya ada hadis yang bertentangan dengan nilai-nilai al-Qur’ān, maka layak untuk kita tolak.

Selain itu, Wajidi menambahkan bahwa ketika kita menemui satu hadis, maka kita perlu melihat hadis yang lain. Menyesuaikannya. Karena tak jarang Nabi mengucapkan sesuatu yang bersifat temporal. Hanya berlaku saat itu saja. Oleh sebab itu, kita perlu menelusuri hadis-hadis lain. Melihat kesesuaian hadis dengan perilaku Nabi juga diperlukan, agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan Nabi melalui kehidupan kesehariannya.

Wajidi memberi satu contoh hadis tentang keutamaan suku Quraisy yang sering dipahami dengan “pemimpin harus berasal dari suku Quraisy”. Kita bisa memaknainya dengan tidak melebih-lebihkan suku Quraisy, karena Nabi telah mengajarkan prinsip keadilan dan kesetaraan pada seluruh umat manusia. “Bukan pemimpin itu harus dari suku Quraisy, melainkan pemimpin harus memiliki Sifat-sifat yang dimiliki kaum Quraisy seperti kuat, berani, jujur dan lain-lain,” pungkas dosen IAIN Pontianak tersebut.