Rama Mangun: Pionir Gerakan Pluralisme yang Humanis
Oleh: Musdah Mulia (Pendiri ICRP)
Pendahuluan
Romo Mangun adalah seorang tokoh besar yang pernah hadir di negeri ini. Ada beragam perspektif melihat ketokohannya, namun dalam tulisan ini, penulis fokus pada ketokohannya dalam gerakan pluralisme agama. Baginya, pluralisme adalah anugerah Tuhan yang sangat indah dan karenanya perlu dikembangkan demi mewujudkan masa depan kemanusiaan yang lebih berkeadaban.
Selain dikenal sebagai penggerak pluralisme, Rama Mangun juga dikenal sangat humanis. Seorang tokoh humanis pasti sangat konsen pada upaya penegakan nilai-nilai kemanusiaan, martabat, dan otonomi individu serta hak setiap manusia untuk menikmati kebebasan dan kemerdekaan. Humanisme harus dilihat sebagai sikap mental yang menghargai dan memposisikan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, humanisme tidak lain merupakan tujuan akhir dari setiap agama. Tidak satupun agama yang dapat bertahan tanpa gagasan humanisme. Atas dasar inilah sikap umat beragama harus berada pada satu barisan untuk mengecam setiap bentuk tindakan kekerasan, kekejaman, diskriminasi dan berbagai tindak ketidakadilan yang mengatasnamakan agama. Humanisme berusaha menggunakan sains secara kreatif, bukan secara destruktif dan percaya bahwa penerapan sains dan teknologi harus diimbangi dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sains menyumbangkan sarana, tetapi nilai-nilai kemanusiaan harus menentukan tujuannya. Humanisme sudah pasti mendukung demokrasi dan hak asasi manusia. Sebagai bagian dari pejuang humanis, Rama Mangun percaya bahwa moralitas adalah bagian intrinsik dari sifat manusia yang didasarkan pada pemahaman dan kepedulian terhadap orang lain. Rekam jejak Rama Mangun jelas menunjukkan betapa besar peran beliau dalam mewujudkan iklim demokrasi, penegakan keadilan, pembelaan martabat manusia dan kemanusiaan, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Mengapa penting mengangkat sisi pluralisme agama Rama Mangun? Menurut Coward, pakar studi agama, isu yang paling banyak mewarnai dunia dewasa ini adalah pluralisme, khususnya terkait keagamaan. Manusia hidup dalam pluralisme dan merupakan bagian dari pluralisme itu sendiri, baik secara pasif maupun aktif, tak terkecuali dalam hal keagamaan. Pluralisme keagamaan merupakan tantangan khusus yang dihadapi agama-agama dunia dewasa ini. Jika pluralisme itu tidak dipahami secara benar dan arif oleh pemeluk agama, dampaknya tidak hanya berupa konflik antarumat beragama, tetapi juga konflik sosial dan disintegrasi bangsa.
Tidak sedikit yang salah memahami makna pluralisme sehingga memandang pluralisme itu identik dengan kosmopolitanisme, relativisme dan sinkretisme, padahal tidak demikian. Secara garis besar pengertian konsep pluralisme dapat disimpulkan sebagai berikut. Pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan. Namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Dalam konteks pluralisme agama, tiap pemeluk agama dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tapi juga bersedia terlibat aktif dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan guna tercapainya kedamaian dan keharmonisan dalam kebhinekaan.
Rama Mangun dikenal sebagai pastor yang paling depan menyuarakan pentingnya sikap inklusif, terbuka dan penuh toleransi terhadap kelompok mana pun, termasuk mereka yang berbeda iman dan kepercayaan. Sikapnya yang sangat humanis, selalu ramah dan menghargai martabat manusia dan kemanusiaan menjadikannya pionir gerakan pluralisme agama di tanah air bersama Gus Dur, ibu Gedong, Cak Nur dan tokoh agama lainnya. Sikap beragama yang terbuka, inklusif dan penuh damai amat penting ditumbuhkan dalam masyarakat yang heterogen. Apalagi untuk masyarakat Indonesia yang sejak dulu mengenal prinsip bhinneka tunggal ika (bersatu dalam keberagaman).
Apa itu agama dan keberagamaan?
Latar belakang Rama Mangun sebagai pastor amat memengaruhi pandangannya bahwa manusia merupakan makhluk religius. Oleh karena itu, kemanusiaan yang identik dengan religiusitas merupakan pandangan hidup yang sepatutnya dimiliki oleh masyarakat Indonesia dalam memasuki milenium ketiga. Menurutnya, religiusitas merupakan kesadaran atas eksistensi ilahi dan aspek kesucian dalam bertindak, bukan sekedar mengaku beragama. Kesadaran tersebut membuat manusia memahami jati dirinya sebagai ciptaan Tuhan yang menjunjung moralitas dan tidak hanya bertindak atas dasar rasionalitas. Setiap tindakan yang berasal dari akal bersinergi dengan nilai-nilai kebaikan. Oleh karena itu, semangat kemanusiaan menjadi dasar kerja sama yang dilakukan masyarakat di segala bidang tanpa memberikan ruang perbedaan agama yang dimaknai secara destruktif.
Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang humanis, Rama Mangun menawarkan konsep manusia pasca-nasional, yaitu manusia Indonesia yang menjalani hidup dengan menyerap nilai-nilai kemanusiaan universal, namun tetap berpedoman pada nilai-nilai lokal Indonesia. Perjalanan hidup manusia merupakan proses perkembangan yang didominasi kesadaran, pikiran, dan hubungan di dalam diri manusia menuju kesejatian sebagai manusia. Proses tersebut dipahami sebagai upaya menciptakan kebudayaan yang humanis dengan menginklusi seluruh umat manusia.
Rama Mangun menggarisbawahi perbedaan mendasar antara religius atau religiusitas dan agama. Agama hanya sebuah simbol kelembagaan, sedangkan religius lebih pada tataran isi hati, riak getaran jiwa manusia atau sikap personal yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain. Religiusitas diukur dengan hati nurani seseorang, tapi tidak semua orang mampu mencapai keadaan yang sejati, keadaan di mana hati nurani hidup untuk menentukan kedewasaan seseorang dan mampu mengukur baik atau buruknya suatu tindakan.
Lebih jauh Rama Mangun menjelaskan, agama hanyalah merupakan sarana untuk memudahkan dan mendekatkan diri manusia kepada Tuhan, agama tidak mutlak adanya, tidak wajib bagi seseorang mengerjakan apa yang ada di dalam hatinya. Sebaliknya, religiusitas menggambarkan perilaku batin yang menjadi landasan manusia, menentukan kedewasaan seseorang sehingga mampu memandang baik dan buruk akan sesuatu, dan itulah yang terpenting. Itulah sebabnya, agama selaku lembaga yang mengandung sikap manusiawi tidak dapat mengklaim ketaatan mutlak dari masyarakat karena agama tidak pernah identik dengan Allah atau agama bukan ciptaan Tuhan. Apalagi, agama dalam realitas kehidupan terkadang dijadikan alat legitimasi untuk melakukan penindasan dan kekerasan kepada sesama. Beliau menyayangkan kondisi yang demikian karena seharusnya kehadiran agama untuk memuliakan Tuhan dan sekaligus mengangkat martabat manusia.
Memilih menjadi pastor orang miskin
Sepulangnya dari Jerman, Rama Mangun ditugaskan menjadi pastor paroki di Gereja Santa Theresia, Desa Salam, Magelang. Di samping itu, menjadi dosen pada jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Univ. Gajah Mada. Dalam aktivitasnya tersebut, beliau menjalin relasi yang luas, termasuk dengan Gus Dur dan Ibu Gedong Bagoes Oka, kedua tokoh agama tersebut dikenal sebagai pionir perdamaian dan gerakan pluralisme agama.
Dalam posisinya sebagai pastor atau imam Katolik, Rama Mangun banyak melakukan reformasi gereja untuk pewartaan Injil dan perjuangan kemanusiaan. Beliau mengajarkan pentingnya hidup dengan mengutamakan karya-karya kemanusiaan yang bermanfaat sebagai referensi bagi pengembangan teologi Kristen dan pelayanan Gereja. Pembelaannya terhadap kelompok rentan dan miskin sangat nyata. Sepanjang hidupnya, beliau mendedikasikan dirinya untuk perjuangan kaum miskin tertindas. Itulah sebabnya, beliau dalam dunia politik, beroposisi dengan pemerintahan Presiden Soeharto. Baginya, politik Orde Baru telah menindas dan meliyankan rakyat kecil sehingga mereka dipaksa mendekam dalam penderitaan.
Selain itu, beliau juga merasa kecewa dengan sistem pendidikan di Indonesia. Untuk itu, beliau membangun Yayasan Dinamika Edukasi Dasar guna melakukan upaya-upaya transformasi pendidikan ke arah yang lebih maju dan manusiawi. Baginya, pendidikan sangat penting karena berkaitan dengan kemanusiaan. Orang yang berpendidikan rendah atau tidak berpendidikan akan sulit hidup di tengah dunia yang selalu menuntut label pendidikan. Mereka yang tidak memiliki pendidikan, martabat kemanusiaannya akan dilecehkan.
Untuk merespon kondisi ketidakadilan di sekitar gereja, Rama Mangun mengembangkan suatu teologi baru yang disebutnya, teologi pemerdekaan. Teologi tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan bersama yang bermartabat dan manusiawi, yang ditandai dengan adanya pola-pola dan relasi hidup yang adil, solider, bersaudara dan damai. Teologi tersebut muncul karena keprihatinannya terhadap pendidikan anak. Walau demikian, teologi ini juga berguna bagi kehidupan beragama di mana kita harus saling menolong tanpa melihat perbedaan karena yang paling penting dan utama adalah nilai kemanusiaan.
Menarik membaca pandangan teologis Rama Mangun yang sangat kritis dan selalu selaras dengan akal sehat. Beliau menilai, tidak sedikit pandangan masyarakat Indonesia tentang hidup beragama yang cukup keliru, yaitu ketika masyarakat melihat hidup beragama terlalu fokus pada soal ritualnya atau hal-hal yang bernuansa legal-formal. Misalnya, dalam masyarakat Muslim umumnya lebih mengedepankan hal-hal yang bernuansa fiqhiyah, hanya memperhatikan hukum haram dan halalnya. Sementara, ajaran agama yang esensial mendorong kita mengedepankan nilai-nilai empati dalam relasi sosial dengan sesama makhluk, termasuk mereka yang berbeda agama. Kondisi ini mendorong terwujudnya tindakan sosial yang penuh rasa damai antar umat beragama.
Konsep Gereja Diaspora: Aggiornamento
Aggiornamento berasal dari bahasa Italia, artinya menyesuaikan diri dengan hari kini. Fleksibel tetapi teguh dalam prinsip. Gereja perlu lebih proaktif melayani semua manusia, terutama kelompok marjinal tertindas. Itulah mengapa Rama Mangun senantiasa membawa semangat aggiornamento dalam setiap karya pelayanannya dan itulah yang membuat dia begitu terbuka terhadap realitas hidup umat manusia dan sekaligus menggerakkannya memihak kaum marjinal.
Setelah beberapa lama menekuni kehidupan di Gereja, Rama Mangun berkesimpulan bahwa situasi Gereja di masanya serba heterogen dan amburadul, tercecer dan terpecah. Itulah mengapa beliau menawarkan konsep Gereja Diaspora yang menekankan pentingnya keterlibatan kelompok awam dalam tugas kerasulan Gereja sebagai upaya turut menggarami dunia. Gagasannya itu merespon Konsili Vatikan II yang mendengungkan seruan pentingnya kaum awam untuk ikut serta dalam tugas kerasulan Gereja, terutama di tempat-tempat yang tak terjangkau oleh Gereja. Dasar dari tugas dan hak kaum awam untuk merasul, mengalir dari persatuannya dengan Kristus sebagai kepala. Sebab lewat Sakramen Baptis mereka disaturagakan dalam tubuh mistik Kristus dan lewat Sakramen Krisma mereka diteguhkan oleh Aggiornamento, sebuah kata yang kemudian menjadi spiritualitas. Gereja masa kini diinternalisasikan ke dalam semangat misioner Gereja oleh mendiang Paus Yohanes XIII atau yang dikenal juga sebagai San Giovanni XIII pada Konsili Vatikan II.
Kehadiran kelompok awam sangat diperlukan untuk membantu masyarakat, khususnya kelompok rentan tertindas. Mereka hadir untuk mewartakan perdamaian dengan cara hidup yang diwarnai dengan persaudaraan. Kaum awam diajak untuk menggunakan hak-hak mereka tetapi juga harus mengingat ajaran Gereja. Mereka diajak untuk menumbuhkan kesejahteraan dalam hidup bermasyarakat. Paus Yohanes XIII mengajak seluruh warga negara dan kelompok masyarakat wajib bekerjasama demi mewujudkan kesejahteraan. Mereka tidak boleh membeda-bedakan antara satu dengan yang lain. Dengan anjuran seperti ini kaum awam dipanggil dan diutus untuk menyebarkan cinta kasih kepada semua masyarakat tanpa kecuali.
Pentingnya politik berlandaskan hati nurani
Rama Mangun memang tidak berpolitik praktis, namun beliau banyak menawarkan pandangan atau pemikiran politik yang mengedepankan perdamaian dan akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Menurutnya, jangan salahkan masyarakat umum yang masih beranggapan politik itu kotor, keras, lebih dekat dengan pembagian kekuasaan atau perebutan kekuasaan praktis serta menghalalkan segala cara. Sebab, begitulah faktanya secara umum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini. Beliau mencoba menjelaskan untuk merespon pandangan yang negatif terhadap politik. Dengan tegas beliau mengatakan, politik hendaknya didasarkan pada hati nurani, politik harus mengedepankan nilai-nilai moral, berbasis pada nilai agama dan seharusnya politik dikembangkan secara halal untuk kesejahteraan masyarakat umum.
Pemikiran politik Rama Mangun jelas mengarah pada upaya penegakan demokrasi dan keadilan di Indonesia. Peran aktifnya dalam memberikan sumbangan pemikiran terhadap pemerintah diantaranya pengusulan tentang didirikannya negara serikat, perubahan konstituante, masalah bentuk negara, serta perannya dalam masalah Timor Timur, demikian juga perhatiannya terhadap kasus 27 Juli 1998, yaitu permasalahan di tubuh partai politik di Indonesia.
Rama Mangun bukan hanya aktif menyampaikan gagasan politik yang demokratis dan membela kelompok rentan tertindas, melainkan juga terjun langsung ke lapangan melakukan aksi-aksi konkret. Di antaranya, memberikan pendidikan gratis terhadap anak-anak gelandangan, membantu warga yang berlokasi di pinggiran Kali Code, Jogjakarta dan Kedung Ombo, Sragen. Perjuangan politiknya membela rakyat tertindas dari penggusuran menjadi hal yang banyak menarik perhatian penguasa di zaman Orde Baru. Pandangan demokratisnya juga diimplementasikan dalam bidang pendidikan dengan membangun Sekolah Dasar Eksperimental Kanisius Mangunan. Sekolah yang didirikan bersama para sahabatnya tersebut menjadi tempat proses pembelajaran konsep pemikiran Rama Mangun.
Memperkuat humanisme
Lorens Bagus, seorang kolumnis Filsafat Populer menjelaskan, pandangan humanisme melihat manusia sebagai individu yang memahami nilai-nilai kemanusiaan, empati, serta penerimaan terhadap kompleksitas dalam kehidupan. Persoalan humanisme di Barat tak bisa dipisahkan dengan gerakan kebudayaan Renaissance Eropa. Gerakan tersebut berupaya untuk menyatukan kembali manusia dan alam semesta sebagai makhluk rohani sehingga manusia menduduki posisi yang sangat sentral dan penting dalam praktek hidup sehari-hari.
Sikap humanis Rama Mangun tidak hanya terlihat dari karya-karya tulisnya, melainkan lebih mengejawantah dalam karya-karya beliau di masyarakat. Beliau sangat perhatian terhadap pendidikan anak-anak gelandangan sehingga membuka pendidikan gratis untuk mereka. Selain itu membela hak-hak minoritas tertindas seperti kasus waduk Kedung Ombo.
Melalui buku berjudul Humanisme, Rama Mangun merefleksikan pandangannya tentang humanisme Indonesia yang dikaitkan dengan dasar negara yaitu Pancasila. Humanisme Pancasila berbeda dengan humanisme Barat karena memiliki latar belakang yang berbeda. Rama Mangun membicarakan hakikat manusia Indonesia dari berbagai aspek yang menghasilkan pandangan baru tentang humanisme di Indonesia. Bagi Rama Mangun, upaya pertama dan utama membangun sikap humanis adalah melalui pendidikan. Akan tetapi, bukan sembarang pendidikan. Sebab, pendidikan yang hanya digunakan untuk menyebarkan nilai-nilai mayoritas tanpa memberikan kebebasan kepada siswa tidak dapat menghasilkan manusia humanis. Pendidikan tidak seharusnya melakukan indoktrinasi kepada siswa. Oleh karena itu, pendidikan harus menjadi sarana pencarian identitas diri dan pendewasaan yang evolutif dengan melihat berbagai dimensi kehidupan. Rama Mangun mencoba menerapkan pola pendidikan tersebut pada SD Kanisius Eksperimental Mangunan. Sekolah ini ditujukan bagi kelompok kurang mampu. Metode pengajaran yang digunakan menekankan kemampuan siswa dalam mengeksplorasi ilmu sebagai ilmu kehidupan. Pembelajaran diciptakan dalam suasana menyenangkan sehingga anak didik dapat menerima ilmu dengan sukacita, bukan terpaksa.
Pemikiran humanisme Rama Mangun banyak terungkap dalam berbagai karya sastra yang mengangkat cerita-cerita masyarakat dari setiap kelas, seperti novel Burung-burung Rantau yang mengisahkan kelas menengah dan novelet Balada Becak yang berkisah tentang masyarakat kelas bawah. Selain itu, pesan-pesan humanisme Rama Mangun juga bertebaran dalam ceramah beliau selama menjalankan tugas sebagai pastor. Bukan hanya itu, pemikiran humanismenya yang mendalam juga terlihat hadir dalam karya-karya arsitektur yang begitu manusiawi. Karya arsitektur yang dibuat dengan menyertakan makna-makna simbolik dalam proses dan hasilnya sangat memukau bagi mereka yang memahami seni arsitektur. Intinya, pemikiran humanisme Rama Mangun bukan hanya diungkapkan dalam karya-karya tulis seperti halnya para pemikir lainnya, melainkan juga dikembangkan dalam berbagai media, seperti karya sastra, kegiatan keagamaan, dan karya arsitektur.
Pluralisme berbasis Pancasila
Rama Mangun mengaitkan isu pluralisme dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Toleransi adalah salah satu bentuk ketaatan kita pada sila ketiga Pancasila. Artinya bahwa perbedaan ini sudah disatukan dalam Pancasila sebagai dasar negara, maka kita harus hidup dalam persatuan sebagai masyarakat yang memperjuangkan nilai kemanusiaan. Lebih jauh, beliau menjelaskan, ketaatan, keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilengkapi oleh sila kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan nilai atau dimensi tertinggi dan terdalam dalam persatuan bangsa dan masyarakat Indonesia.
Sebagai penggerak isu pluralisme, Rama Mangun gelisah melihat semakin menguatnya sikap intoleransi dalam masyarakat, terutama setelah adanya pembiaraan pemerintah terhadap kelompok radikal di Indonesia. Untuk itu, beliau dengan bijak menawarkan pentingnya pendidikan dengan menekankan dua hal pokok agar negara menjadi dewasa secara moral. Pertama, Setiap pribadi harus sampai ke kedewasaan jati diri yang berbudi cerah dan bernurani bening, serta bersosialisasi saling menghormati agama dan kemajemukan sesamanya. Kedua, kondisi untuk memproses kedewasaan individu dimulai dari pendidikan dasar untuk memproses tiap orang menjadi diri sendiri. Maksud dari menjadi diri sendiri adalah memekarkan diri dalam bakat, kesadaran budi, dan nurani bening yang semakin dimekarkan oleh kondisi struktural pendidikan yang memerdekakan. Pendidikan yang menumbuhkan keberanian tulus untuk mengembangkan sikap kepekaan penuh solidaritas demi membela kaum kecil.
Dalam memperjuangkan sikap toleransi dan nilai-nilai kemanusiaan, Rama Mangun juga menekankan soal kesadaran sosial. Kesadaran sosial berarti kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan sebagai mahluk bermartabat. Menurutnya, kesadaran kemanusiaan yang luhur menjadikan manusia dapat menentukan dan menciptakan struktur hidup yang harmonis. Sikap ini akan membentuk kepribadian seseorang menjadi pribadi yang lebih baik dalam melihat dan menilai suatu tindakan. Kesadaran sosial akan membawa masyarakat pada suatu pemahaman tentang makna hidup yang sesungguhnya yakni saling melengkapi, tanpa memandang suku, ras, agama dan budaya.
Daftar Pustaka
Alexius Nale, Memahami Pluralitas Kemanusiaan dalam Pandangan Axel Honneth dan Y.B. Mangun, Divinitas Jurnal Filsafat dan Teologi Kontekstual, Volume 2 No. 2, Juli 2024.
Andito (ed), Atas Nama Agama: Wacana Dialog Bebas Konflik. Bandung, Pustaka, 1998
Antonius Denny Firmanto, Eklesiologi Nusantara: Studi Kasus Beberapa Pemikiran Teolog Indonesia, Penerbit Widya Sasana Publication, Malang, Cetakan Pertama, November 2021.
- Mulyatno. “Keutamaan Dalam Karya-karya Kemanusiaan YB. Mangun.” Jurnal Teologi 2, 2013, h. 185-189.
Coward, Harold, Pluralisme dan Tantangan Agama-Agama, Yogyakarta, Kanisius, 1989.
Ezra Tari, “Obituari YB. Mangun.” Jurnal Teologi Kristen 1, 2020, h. 171.
Fitzgerald Kennedy Sitorus. “Perjuangan untuk Pengakuan.” Majalah Basis, no. 09-10, Tahun ke-69, 2020, h. 12.
Mulia, Musdah, Muslimah Reformis: Perempuan Pembaru Keagamaan, Mizan, Bandung, 2005.
—————–, Ensiklopedia Muslimah Reformis: Pokok-Pokok Pemikiran untuk Reinterpretasi dan Aksi, Penerbit BACA, Jakarta, 2020.
—————-, Islam dan Hak Asasi Manusia, Naufan Press, Yogyakarta, 2015.
Nasution, Harun, Islam Rasional, Bandung, Mizan, 1995.
Oktavia Damayanti. Implementasi Humanisme Dalam Pandangan Yusuf Bilyarta Mangun: Sebuah Konsep Teologi Pembebasan di Yogyakarta. Bachelor thesis, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2017.
Paul Cliteur. The Secular Outlook: In Defense of Moral and Political Secularism. Oxford: Wiley-Blackwell, 2010.
Y.B. Mangun, Paradigma Baru Pendidikan Rakyat. Jakarta: Majalah Prisme, 1980.
————————-, Humanisme, Penerbit Kompas, Jakarta, 2015.
Hartiningsih, Agama dan Politik Perspektif Y.B. Mangun Thesis, UIN Sunan Kalijaga, 2007.
- Kieser, Solidaritas: 100 Tahun Ajaran Sosial Gereja, Yogyakarta: Kanisius, 1992, h. 88.
Mudji Sutrisno, Sosok Rama Mangun: Inspirasi-Inspirasi dan Karyanya, Jurnal Seni Nasional Cikini 3, 2018, h. 12.
Download file disini