|

Muslimah Reformis

Muslimah Sejati: Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi

Buku Muslimah Sejati: Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi karya Prof. Dr. Musdah Mulia, M.A., diterbitkan oleh Marja’ / Nuansa Cendekia di Bandung pada Juli 2011 (± 354 halaman).

📘 Informasi Umum

  • Judul: Muslimah Sejati: Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi
  • Penulis: Prof. Dr. Hj. Siti Musdah Mulia, M.A.
  • Penerbit: Marja’ (Nuansa Cendekia), Bandung
  • Tahun Terbit: Juli 2011
  • Tebal: Sekitar 354 halaman.

🧱 Struktur dan Isi Buku

Muslimah Sejati menghadirkan visi autentik Muslimah yang seimbang antara spiritualitas, akhlak, tanggung jawab sosial, dan kesetaraan gender. Gaya tulisannya kritis namun membumi, memadukan kajian teks agama dengan realitas perempuan kontemporer di Indonesia.

Buku ini memiliki 14 bab yang membahas peran perempuan dalam Islam dari perspektif teologis dan praktis kontemporer. Di antaranya:

  • Sumber inspirasi kesetaraan gender dalam Islam
  • Memahami makna gender dari sudut keadilan
  • Pembelaan terhadap hak anak perempuan
  • Islam sebagai agama yang ramah terhadap perempuan
  • Dewan tafsir bias gender dan ancamannya
  • Pendidikan berwawasan gender
  • Pemberdayaan ekonomi perempuan
  • Hak politik perempuan dan kritik terhadap kebijakan syariat diskriminatif seperti beberapa Perda Syariah.

Image Muslimah Sejati versi Musdah Mulia adalah citra perempuan Muslim yang beriman, kritis, mandiri, setara, dan aktif dalam pembangunan masyarakat. Ia bukan sekadar simbol kesalehan pribadi, tapi juga agen transformasi sosial. Inilah yang membuat visinya berbeda (dan kadang dianggap kontroversial) dibanding pandangan mayoritas yang masih terkungkung dalam paradigma tradisional dan patriarkal.

Image Muslimah Sejati yang digagas oleh Musdah Mulia memang berbeda secara mendasar dari pandangan mayoritas karena ia menantang konstruksi tradisional tentang perempuan dalam Islam yang selama ini dilegitimasi oleh tafsir keagamaan patriarkal.

Perbedaan ini dapat dijelaskan melalui beberapa aspek berikut:

  1. Dari Objek ke Subjek: Perempuan sebagai Pelaku Aktif
  • Pandangan Mayoritas: Muslimah sejati sering kali digambarkan sebagai sosok yang taat, patuh pada suami, tunduk pada otoritas laki-laki, dan berperan di ruang domestik.
  • Gagasan Musdah Mulia: Muslimah sejati adalah pribadi mandiri, berpikir kritis, berdaya secara ekonomi, berkontribusi di ruang publik, dan setaradengan laki-laki dalam semua aspek kehidupan, termasuk politik, hukum, dan pendidikan.

“Perempuan dalam Islam bukanlah pelengkap laki-laki, melainkan mitra sejajar dalam menjalankan amanah sebagai khalifah di bumi.” – Musdah Mulia

  1. Menolak Tafsir Gender-Bias
  • Musdah Mulia menolak tafsir literal yang menyubordinasi perempuan atas nama agama. Ia mengusulkan tafsir hermeneutik, yakni penafsiran ulang teks agama secara kontekstual dengan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan universal.
  • Ini bertentangan dengan pendekatan konservatif yang menganggap kodrat perempuan adalah tunduk dan melayani.
  1. Kemandirian Politik dan Spiritual
  • Muslimah sejati, dalam pandangan Musdah, tidak tergantung pada laki-lakiuntuk menentukan arah hidupnya. Ia memiliki hak untuk memimpin, menjadi ulama, anggota parlemen, atau kepala negara.
  • Mayoritas pandangan masih melihat perempuan ideal sebagai “penjaga moral domestik,” bukan pengambil keputusan publik.
  1. Mengintegrasikan HAM dan Islam
  • Musdah memadukan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM)dengan nilai-nilai Islam progresif, seperti keadilan (‘adl), kasih sayang (rahmah), dan kebebasan (hurriyah).
  • Bagi sebagian kelompok konservatif, HAM dianggap berasal dari Barat dan tidak sesuai dengan syariat. Musdah justru menunjukkan bahwa nilai-nilai universal Islam sejalan dengan HAM.
  1. Kritik terhadap Budaya Patriarki yang Dilabeli “Syariat”
  • Musdah secara kritis membongkar praktik-praktik yang mengatasnamakan syariat tetapi justru membatasi ruang gerak perempuan— seperti perda diskriminatif, pelarangan perempuan keluar malam, dan pembatasan kepemimpinan perempuan.
  • Ia menegaskan bahwa banyak praktik yang disebut “syariat” sebenarnya budaya patriarkal yang dibungkus agama.
  1. Pemihakan pada Perempuan Rentan
  • Musdah membela kelompok perempuan korban kekerasan, buruh migran, janda, anak perempuan korban perkawinan paksa, dan sebagainya.
  • Ini menambah kompleksitas citra Muslimah Sejatisebagai perempuan yang tangguh, peduli, dan advokatif—bukan hanya pribadi salehah secara ritual, tetapi juga agen perubahan sosial.

🧠 Gagasan Kunci & Pendekatan Reformis

  1. Islam sebagai Inspirasi Emansipatif

Musdah membuka pontesi kesetaraan dalam Islam, dengan memperlihatkan bagaimana Nabi Muhammad SAW mengangkat martabat perempuan yang sebelumnya terpinggirkan—dari objek menjadi subjek yang setara dan berperan sebagai khalīfah di bumi.

  1. Dekonstruksi Tafsir Patriarkal

Ia mengkritik tafsir agama yang bias gender dan menyajikan tafsir alternatif yang berdasarkan pada prinsip keadilan dan persamaan hak cardinil—seperti konteks perempuan bukan hanya dalam ranah domestik, tapi juga sosial, politik, dan ekonomi.

  1. Hak Politik & Sosial Perempuan

Musdah menegaskan hak perempuan dalam politik sebagai bagian integral dalam Islam. Ia juga mengecam praktik penafsiran syariah dalam kebijakan lokal (Perda Syariah) yang cenderung melemahkan posisi perempuan dalam masyarakat tanpa landasan keadilan Islam yang esensial.

  1. Pendidikan dan Pemberdayaan Ekonomi

Bagian tentang pendidikan berperspektif gender dan kendali ekonomi dimaksudkan agar perempuan tidak tergantung dan punya kapasitas untuk berkontribusi secara optimal dalam berbagai lini kehidupan, termasuk keluarga dan masyarakat luas.

🎯 Kontribusi & Signifikansi

  • Buku ini menggabungkan pemikiran akademik dengan refleksi praktis terhadap tantangan perempuan muslim saat ini.
  • Memberikan panduan praktis dan spiritual untuk perempuan dalam menjalin harmoni rumah tangga, pola relasi gender, serta berperan dalam ruang sosial dan publik secara Islami.
  • Merupakan sumber inspiratif bagi muslimah akademisi, aktivis, serta warga yang aktif dalam organisasi dan pendidikan Islam modern.

Ringkasan: Apa yang Bisa Dipetik dari buku ini?

Tema Utama Poin Inti
Kesetaraan Gender Islam Islam memberi basis teologis untuk kesetaraan hak perempuan dan laki-laki
Reinterpretasi Hermeneutis Menegaskan perlunya tafsir ulang yang adil dan kontekstual
Sosialisasi Pendidikan & Ekonomi Langkah konkret agar perempuan lebih berdaya dan berpengaruh
Hak Politik Mendorong peran aktif perempuan dalam politik dan kebijakan
Kritik Kebijakan Lokal Menunjuk konflik antara beberapa Perda syariat dengan integritas Islam yang adil gender

Mengapa sulit mengembangkan gagasan Muslimah Sejati versi Musdah Mulia?

Gagasan yang menekankan kesetaraan gender, kemandirian perempuan, dan reinterpretasi ajaran Islam secara progresif ini masih sulit dikembangkan secara luas di Indonesia karena berbagai faktor struktural, kultural, dan politis.

Berikut penjelasan mendalamnya:

🔹 1. Dominasi Tafsir Keagamaan Patriarkal

  • Lembaga-lembaga keagamaanyang berpengaruh di Indonesia seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagian tokoh NU dan Muhammadiyah, masih lebih banyak mereproduksi tafsir klasik yang subordinatif terhadap perempuan.
  • Tafsir-tafsir tersebut cenderung membingkai perempuan sebagai pelengkap laki-laki, penjaga moralitas, dan terbatas pada ranah domestik.

🧩 Akibatnya, gagasan Muslimah Sejati yang menekankan kemandirian dan kesetaraan dianggap menyimpang dari “kodrat” atau “fitrah perempuan”.

🔹 2. Budaya Patriarki yang Mengakar

  • Dalam banyak komunitas, budaya patriarkimasih dilegitimasi dengan argumen agama, adat, dan moralitas.
  • Perempuan yang kritis, vokal, atau aktif di ruang publik sering dilabeli tidak sopan, melawan suami, atau kurang salehah.

🎭 Hasilnya, banyak perempuan sendiri yang merasa bersalah jika keluar dari peran domestik tradisional.

🔹 3. Minimnya Literasi Gender dan Tafsir Progresif

  • Akses terhadap bacaan atau kajian Islam yang mendukung keadilan gender dan HAMmasih sangat terbatas, terutama di daerah.
  • Buku-buku seperti Muslimah Sejatiatau Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender kurang masuk ke dalam kurikulum pendidikan Islam arus utama.

📚 Implikasinya, wacana Musdah Mulia hanya berkembang di kalangan terbatas: aktivis, akademisi, atau pegiat keadilan gender.

🔹 4. Stigmatisasi terhadap Aktivis Perempuan Progresif

  • Tokoh seperti Musdah Mulia kerap mendapat stigma: liberal, pro-Barat, atau tidak Islami. Bahkan, seringkali dijadikan sasaran kampanye disinformasi.
  • Di tengah masyarakat yang sensitif terhadap isu moral dan agama, gagasan-gagasan ini ditolak bahkan sebelum dipahami.

🚨 Efeknya, upaya sosialisasi gagasan Muslimah Sejati terhambat oleh politik identitas dan konservatisme moral.

🔹 5. Kurangnya Dukungan Kebijakan dan Negara

  • Kebijakan negara masih minim dalam mendukung tafsir progresif Islam dan kesetaraan gender secara sistemik.
  • Bahkan, beberapa kebijakan seperti Perda Syariahatau wacana RKUHP moralistik justru memperkuat pembatasan terhadap perempuan.

⚖️ Artinya, tidak ada political will yang kuat untuk memperluas ruang gerak perempuan Muslim dalam kerangka emansipatoris.

🔹 6. Pengaruh Gerakan Islam Konservatif Transnasional

  • Masuknya ideologi konservatif dari Timur Tengah (Salafi, Wahabi) ke dalam dakwah digital turut mempersempit ruang bagi tafsir keadilan gender.
  • Banyak ustaz/ustazah muda yang populer di media sosial justru menyebarkan narasi perempuan ideal yang lemah lembut, taat suami, tidak ikut politik.

🌍 Konsekuensinya, ruang publik digital lebih dikuasai oleh narasi-narasi konservatif dibandingkan yang progresif.

🔹 7. Internalisasi Nilai oleh Perempuan Sendiri

  • Banyak perempuan Muslim yang sejak kecil sudah diajarkan untuk pasrah, tidak membantah, dan tidak ambisius, sehingga internalisasi nilai-nilai subordinatif begitu kuat.
  • Ketika diperkenalkan dengan konsep Muslimah Sejati versi Musdah, tidak sedikit yang merasa gagasan itu “terlalu ekstrem” atau “tidak realistis.”

🧠 Hasilnya, perubahan budaya kesadaran perempuan sendiri berlangsung lambat tanpa proses pendidikan yang transformatif.

Kesimpulan:

Gagasan Muslimah Sejati versi Musdah Mulia sulit berkembang di Indonesia karena ia bertabrakan langsung dengan sistem nilai, tafsir keagamaan, struktur kekuasaan, dan budaya patriarki yang telah mapan dan dilanggengkan.

Perubahan ke arah gagasan Muslimah Sejati atau Muslimah Reformis ini memerlukan paling tidak tiga hal, yaitu reformasi pendidikan keislaman, penguatan literasi gender dari akar rumput, adanya dukungan negara yang kuat, serta keberanian kaum perempuan itu sendiri tampil untuk menjadi subjek dalam perjuangan tafsir agama.