|

Muslimah Reformis

Perempuan Indonesia Berdaulat Dalam Ekonomi, Kebudayan, Pendidikan dan Politik

Buku ini merupakan panduan singkat dan praktis bagi siapapun yang ingin memahami ajaran Islam terkait posisi dan kedudukan perempuan. Sangat mudah dipahami karena ditulis dengan bahasa yang lugas dan sederhana disertai dengan dalil-dalil Al-Quran dan Hadits. Buku ini menjelaskan pentingnya interpretasi Islam yang akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan, interpretasi yang sejuk, memihak dan ramah terhadap perempuan.

Islam datang memproklamirkan kemanusiaan perempuan sebagai manusia utuh. Perempuan adalah makhluk mulia yang memiliki harkat dan martabat. Islam menegaskan  bahwa semua manusia (perempuan dan laki-laki) diciptakan dari unsur yang satu (nafs wahidah). Islam sangat tegas menempatkan perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki.

Karena itu, menurut doktor bidang pemikiran politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Ciputat ini, Islam menolak semua bentuk ketimpangan dan ketidakadilan, terutama dalam relasi gender. Islam juga menolak semua bentuk budaya patriarkal, budaya feodal, dan semua sistem tiranik, despotik, dan totaliter. Sebaliknya, Islam sangat vokal mendorong manusia untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Buku istimewa yang diterbitkan oleh Megawati Institute, Jakarta ini, diuraikan dalam delapan (8) BAB besar, yakni; BAB I, mari memahami Islam dengan benar. BAB II, budaya jahiliyah merendahkan perempuan. BAB III, mengapa posisi perempuan tetap terpuruk. BAB IV, kesetaraan perempuan dan laki-laki.

Selanjutnya, BAB V, ciri – ciri perempuan dalam Al-Quran. BAB VI, posisi penting perempuan. BAB VII, peran perempuan dalam politik, dan BAB VIII, pesan moral keagamaan, halaman v.

Islam diyakini pemeluknya sebagai agama yang sempurna, didalam ajarannya sudah tercakup semua tuntunan ideal dan luhur bagi manusia dimuka bumi agar selamat dan bahagia menuju kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Ajaran Islam terbagi dalam dua (2) kategori, yakni; ajaran dasar dan non dasar.

Ajaran dasar Islam termaktub dalam kitab suci Al-Quran dan hadits shahih. Teks-teks suci inilah yang bersifat abadi, mutlak dan tidak dapat diubah. Sedangkan ajaran non dasar mengambil bentuk hasil ijtihad para ulama dari sejak Rasulullah SAW masih hidup sampai sekarang. Sesuai dengan bentuknya, jenis ajaran kedua ini bersifat relativ, tidak mutlak dan tidak absolut, dan bisa diubah. Ajaran non dasar itu ditemukan dalam kitab-kitab fiqih, tafsir, dan kitab-kitab keagamaan lain sejak zaman klasik Islam.

Rasulullah SAW dengan sukses menyemai ajaran persamaan dan penghormatan kepada manusia dalam masyarakat Madinah yang sangat heterogen sebagaimana tertuang dalam Piagam Madinah.

Piagam Madinah menegaskan lima hal pokok sebagai dasar kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pertama, prinsip persaudaraan. Semua manusia berasal dari satu unsur dan karenanya mereka bersaudara, tidak boleh menyakiti satu sama lain. Kedua, prinsip menolong dan melindungi, penduduk Madinah yang beragam suku dan agama harus saling membantu dalam menghadapi lawan. Ketiga, prinsip melindungi yang lemah dan teraniaya. Keempat, prinsip saling menasehati, dan terakhir, kelima, prinsip kebebasan berekspresi dan beragama. Semua orang bebas mengemukakan opini dan menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinan masing-masing dengan penuh tangggung jawab, halaman, 4.

Fakta – fakta sejarah mengungkapkan, beribu tahun sebelum Islam datang khususnya dizaman jahiliyah, perempuan dipandang tidak memiliki kemanusiaan yang utuh dan oleh karenanya perempuan tidak berhak bersuara, tidak berhak berkarya, dan tidak berhak memiliki harta.

Dalam budaya jahiliyah, perempuan hanya diperlakukan sebagai obyek seks. Kalaupun dijadikan istri, maka dia hanya dipaksa melakukan tugas-tugas reproduksi, melahirkan anak, memenuhi kepuasan syahwat suami, serta mengerjakan kewajiban rumah tangga.

Semua bangsa dan masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai mahluk domestik akan menjadi bangsa tertinggal dan terbelakang. Mengapa demikian ? sebab, bangsa tersebut tidak memberikan akses bagi perempuan untuk menjadi subjek dan berkiprah dalam semua bidang pembangunan. Akibatnya, perempuan hanya menjadi objek dan beban masyarakatnya, halaman 11.

Berbeda dengan pencitraan jahiliyah yang sangat merendahkan perempuan Al-Quran melakukan sebaliknya. Al-Quran melukiskan gambaran perempuan ideal sebagai perempuan yang aktif, produktif, dinamis, sopan dan mandiri, namun tetap terpelihara iman dan akhlaknya. Bahkan, Al-Quran memberi ciri-ciri ideal seorang perempuan muslimah sebagai berikut; pertama, perempuan yang memiliki keteguhan iman dan tidak berbuat syirik, terjaga kemuliaan akhlaqnya dengan tidak berdusta, tidak mencuri, tidak berzina, dan tidak menelantarkan anak-anak,  sesuai pesan QS al –Mumtahanah ayat 12.

Kedua, perempuan yang adil dan bijaksana dalam mengambil setiap keputusan dan memiliki kemandirian politik (al istiqlal al siyasah) seperti figur Ratu Bulqis, Ratu Kerajaan Saba’, sebuah kerajaan super power (‘arsyun ‘adzim), lihat QS an Naml ayat 23.

Ketiga, perempuan yang memiliki kemandirian ekonomi (al istiqlal al iqtishadi) seperti figur perempuan pengelola peternakan dalam kisah Nabi Musa diwilayah Madyan, yang termaktub dalam QS al Qashash ayat 23.

Keempat, perempuan yang memiliki integritas yang kokoh dan kemandirian dalam menentukan pilihan pribadi (al istiqlal al syakhshi) yang diyakini kebenarannya, seperti istri Fir’aun yang bernama ‘Asiyah binti Muzahim yang sangat tegar menolah kezaliman, seperti tertuang dalam QS al Tahrim ayat 11.

Dan, kelima, perempuan yang menjaga kesucian diri, berani mengambil sikap oposisi atau menentang pendapat orang banyak (public opinion) karena meyakini pendapatnya benar, seperti ibunda Nabi Isa AS, Maryam binti Imran, simak dalam QS al Tahrim ayat 12, halaman 47.

  Prof. Dr. Musdah Mulia, perempuan pertama yang dikukuhkan LIPI sebagai Profesor Riset bidang lektur keagamaan di Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 1999, juga berpesan agar perempuan Indonesia aktif dalam ranah politik. Perempuan harus belajar politik dan perlu mensosialisasikan pengertian baru tentang politik dan kekuasaan yang tidak selamanya bernuansa maskulin. Politik dan kekuasaan dapat dibuat berwajah feminim sehingga perempuan tidak harus mengeliminir unsur-unsur feminitas dalam dirinya untuk menggapai tujuan politik dan kekuasaan.

Peran politik perempuan, antaralain dapat dilihat dari keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan publik, proses penyelenggaraan negara, dan politik perwakilan. Dibandingkan dengan peran politik laki-laki, porsi peran politik perempuan masih sangat kecil, dan dirasakan tidak efektif.

Mengapa perempuan harus aktif dalam politik? Tujuannya, agar perempuan dapat menampilkan karya produktifnya secara optimal sebagai khalifah, sebagai agen perubahan moral masyarakat. Tujuan hakiki dari politik bagi kaum perempuan Indonesia, bukan semata meraih kekuasaan. Akan tetapi, tujuan esensinya adalah membangun kesejahteraan dan kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan semua makhluk di alam semesta.

Mari berharap semoga semua perempuan Indonesia yang kini menduduki posisi penting sebagai pimpinan dan kader-kader partai politik, pegawai negeri sipil, baik di pusat maupun di daerah, aktivis LSM, dan ormas kemasyarakatan, anggota legislatif, anggota korporasi, seniman, budayawan, intelektual, dan cendekiawan, serta lainnya mampu menghayati dan mengamalkan ajaran Islam yang luhur dan mulia ini. Kita berharap, para politisi Indonesia (perempuan dan laki-laki) mampu mengubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik, lebih maju, lebih produktif, dan lebih beradab, halaman 80.

Peraih penghargaan internasional Yap Thiam Hien Human Rights tahun 2008 ini, menjelaskan dalam pesan-pesan moralnya, antaralain; Islam menegaskan bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan setara. Satu-satunya yang membedakan diantara mereka hanyalah ketaqwaan. Islam melarang semua bentuk perkawinan paksa, apalagi perkawinan yang mengeksploitasi perempuan. Islam memerintahkan para pemuda untuk menikah jika sudah dewasa dan memiliki kesanggupan fisik, mental, ekonomi, dan sosial. Islam mengecam semua bentuk stigma (label negatif) dan diskriminasi, halaman 120.

Buku ini sangat penting untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia khususnya perempuan yang masih bekerja keras menegakkan kesetaraan dan keadilan gender, para peneliti Pusat Studi Wanita (PSW), atau Pusat Studi Gender (PSG), para aktivis perempuan, dan lain-lain.

Judul: Kemulian Perempuan Dalam Islam
Penulis: Prof. Dr. Musdah Mulia
Penerbit: Megawati Institute, Jakarta
Tahun Terbit: Cetakan II, September, 2014
Tebal: xiv + 130 Halaman
ISBN: 978-602-98477-1-9
Peresensi: Akhmad Syarief Kurniawan, Peneliti LTN NU Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.