|

Muslimah Reformis

Terlilit Pinjol, Satu Keluarga Menanggung? Ini Pandangan Islam.

Saya teringat percakapan saya dan sahabat saya ketika kami sedang traveling ke Jawa Timur. Saat itu, kami sedang menikmati udara kota Batu dengan secangkir kopi dan croissant yang hangat. Sambil mencicipi kopi, sahabat saya berkata, “Gue udah capek nabung. Percuma nabung, capek-capek ngirit, eh ujungnya dipake buat lunasin utang adik gue.”

Singkat cerita, tanpa sepengetahuan dirinya dan orang tuanya, adiknya terlilit hutang di sejumlah aplikasi pinjaman online. Jumlahnya pun tidak sedikit, yakni mencapai lebih dari Rp100 juta. Saat tidak mampu membendung intimidasi dari pihak penagih, sang adik barulah mengaku kepada sang ibu. Sang ibu yang juga merupakan tanggungan sang kakak, akhirnya terpaksa meminta tolong sang kakak.

Mendengar hal tersebut, hati saya terenyuh dan mulai membayangkan apabila hal ini terjadi di keluarga yang tidak memiliki apa-apa? Bagaimana kalau ternyata yang terlilit hutang adalah kepala keluarga? Bagaimana jika anggota keluarga juga turut terintimidasi? Pertanyaan-pertanyaan itu yang membuat saya ingin mengkaji lebih dalam, khususnya melalui perspektif islam, apakah apabila 1 anggota keluarga terlilit hutang, 1 keluarga wajib melunasi hutangnya?

Kehadiran pinjol (pinjaman online) menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Dari segi positif, aplikasi pinjol memudahkan masyarakat dalam memperoleh pinjaman tunai. Akan tetapi dalam prakteknya, kasus gagal bayar pinjol semakin marak. Hal ini dapat dikarenakan pemberi pinjaman menyalurkan pinjaman yang melebihi kemampuan bayar peminjam, atau adanya itikad untuk tidak membayar oleh peminjam.

Dilansir dari Goodstat, dari data yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran pinjaman online (pinjol) terus meningkat. Per Maret 2025, total dana yang disalurkan untuk pinjaman online senilai Rp27,92 triliun.

Dari sejumlah dana yang dialokasikan untuk pinjaman online, menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan dilansir dari Goodstat, per Maret 2025, terdapat 2,77% atau senilai Rp2,22 triliun yang sudah masuk pinjaman dalam kategori gagal  atau wanprestasi 90 hari. Total kasus gagal bayar tersebut didominasi oleh peminjam wanita dengan total 404,2 ribu rekening dengan nilai gagal bayar sebesar Rp849,24 miliar sementara di kalangan pria terdapat 385,7 rekening dengan nilai gagal bayar sebesar Rp803,88 miliar.

Data dari OJK juga menunjukan, kasus gagal bayar tersebut didominasi oleh usia produktif yakni pengguna dengan umur 19-34 tahun sebanyak 467,9 rekening dengan total gagal bayar senilai Rp794,41 miliar. Sementara sebanyak 20,4 ribu rekening dengan nilai gagal bayar Rp4,16 miliar merupakan pengguna di bawah umur 19 tahun. Walaupun tingkat gagal bayar secara keseluruhan mencapai 2,77% masih tergolong normal, sebanyak 404 ribu pemilik rekening harus menghadapi dan menyelesaikan tragedi gagal bayar tersebut.

Tidak sedikit kasus “terlilit hutang pinjol” menjadi penyebab munculnya permasalahan di keluarga dan dapat menyebabkan kasus pidana, mulai dari tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pencurian, pemerasan, penculikan, bahkan pembunuhan. Gagal bayar pinjol dan intimidasi dari pihak penagih seringkali membuat sistem dalam keluarga menjadi bermasalah.

Menurut data yang dilansir dari Tempo, dari total 290 kasus femisida pada Oktober 2023 – Oktober 2024, sebanyak 39 kasus atau 13,4% didorong oleh motif ekonomi/hutang/menguasai harta.

Tidak jarang juga ditemukan kasus gagal bayar di mana sanak famili menanggung pelunasan hutang: kakak menanggung hutang adik, adik menanggung hutang kakak, ibu melunasi hutang anak, anak melunasi hutang orang tua, dan lain sebagainya.

Dalam situasi terpojok, sebetulnya bagaimana pandangan islam mengenai hutang? Apakah jika seseorang dalam keluarga kita terjerat hutang, satu keluarga menanggung?

Pandangan Islam mengenai pelunasan hutang

نَّفْسٍۭ۟ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

Artinya: “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.”

(QS. Al-Muddatsir: 38)

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى

“Dan seseorang tidak akan memikul beban (dosa atau tanggungan) orang lain.” (QS. Al-An’am: 164)

Islam mengajarkan bahwa setiap manusia bertanggung jawab atas semua yang telah diperbuat olehnya. Begitu juga dengan hutang. Hutang adalah tanggung jawab individu yang berhutang. Islam tidak mewajibkan pasangan atau keluarga untuk melunasi hutang tersebut, kecuali mereka ikut menjadi penjamin (kafil), mereka rela membantunya secara sukarela.

Apabila tidak dapat / tidak mau membantu secara finansial, dukungan apa yang dapat dilakukan sebagai keluarga?

Dilansir dari situs Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), ada beberapa rekomendasi solusi dari OJK yang dapat dilakukan apabila terlilit hutang pinjol.

1. Restrukturisasi Pinjaman & Nego Pengurangan Bunga dan Denda

Peminjam dapat memohon restrukturisasi pada pemberi pinjaman apabila tidak dapat melunasi hutang. Restrukturisasi ini dapat berbentuk perpanjangan waktu pelunasan, hingga negosiasi pengurangan bunga dan denda.

2. Lapor Pihak Berwenang atau Instansi Terkait

Apabila peminjam mendapat teror atau intimidasi yang berlebih, maka segera lapor ke polisi untuk mengambil tindakan hukum.

3. Jangan Gali Lubang Tutup Lubang

Jangan berhutang untuk menutup hutang. Metode ini seringkali membuat peminjam justru semakin terlilit hutang, dan semakin sulit untuk melunasinya.

Sebagai muslimah, berpikir kritis itu wajib. Membantu keluarga merupakan hal yang mulia, tetapi Islam telah menegaskan bahwa kewajiban berlaku secara proporsional (tanggung jawab individu) dan tidak membenarkan eksploitasi emosional. Jangan lumrahkan pembebanan kewajiban seseorang kepada keluarganya.

Source:

https://www.tempo.co/infografik/infografik/kasus-femisida-2024-tertinggi-kedua-dalam-5-tahun-terakhir-1182615

https://goodstats.id/article/nilai-penyaluran-pinjol-capai-rp27-triliun-per-maret-2025-xN1hI

https://goodstats.id/article/10-provinsi-dengan-tingkat-gagal-bayar-pinjol-tertinggi-2025-1uyN3