Buku Mengupas Seksualitas: Mengerti Arti, Fungsi dan Problematika Seksual Manusia Era Kita ditulis oleh Musdah Mulia dan diterbitkan oleh Serambi (juga tercatat sebagai Opus Press) pada Februari 2015
📘 Tentang Buku
- Setebal sekitar 233–250 halamandengan cover softcover Ditulis dengan gaya bahasa lugas dan mudah dipahami, menyasar pembaca awam yang ingin memahami seksualitas secara utuh dan ilmiah
💡 Isi dan Fokus Utama
- Hak-hak seksual dan hambatannya
- Seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja
- Kekerasan seksual terhadap perempuan
- Pandangan Islam terhadap seksualitas dan keluarga berencana
- Isu sunat perempuan, aborsi, stigma terhadap penderita HIV/AIDS, dan orientasi seksual minoritas. Buku ini menawarkan perspektif Islam yang humanis, pluralis dan inklusif, berupaya membumikan diskusi seksualitas tanpa stigma, patriarki, atau perspektif heteronormatif yang dominan.
👤 Tentang Penulis
- Dr. Siti Musdah Mulia, M.A., lahir 1958 di Bone, Sulawesi Selatan. Aktif sebagai akademisi dan aktivis HAM, terutama isu perempuan dan kesetaraan gender. Dia juga dikenal luas sebagai perempuan ulama yang berani menawarkan tafsir humanis.
- Perempuan pertama yang dikukuhkan sebagai Profesor Riset Lektor di LIPI. Mendapat penghargaan International Women of Courage(AS 2007), Yap Thiam Hien Award (2008), dan berbagai penghargaan lain atas kontribusinya dalam dialog agama, HAM, dan demokrasi.
🧑💬 Tanggapan dan Diskusi Publik
- Buku ini telah menjadi bahan diskusi dalam berbagai forum nasional seperti Megawati Institutedan PKBI, dibicarakan oleh akademisi seperti Baby Jim Aditya (psikolog seksual), Atas Hendartini (PKBI), dan Irwan Hidayana (Antropologi UI)
- Menekankan kebutuhan pendidikan seksual yang sehat, mengatasi tabu, dan membongkar konstruksi patriarki serta heteronormativitas yang selama ini mendominasi pandangan masyarakat.
- Beberapa komentar publik menunjukkan bahwa judul buku ini juga sering disalahpahami dengan buku lain yang sangat berbeda; namun konteks aslinya adalah pengungkapan kajian hak, seksualitas, dan perspektif Islam progresif, bukan materi eksplisit atau kontroversial vulgar yang menyimpang.
- Cocok dibaca oleh mereka yang mencari pemahaman mendalam tentang ajaran Islam dengan pendekatan humanis dan edukatif, bukan sensasionalisme.
Mengapa Isu seksualitas kurang dibahas secara ilmiah di Indonesia?
Hal itu karena adanya kombinasi faktor kultural, religius, politis, dan institusional yang membuat topik ini dianggap tabu, sensitif, atau bahkan membahayakan nilai-nilai sosial yang dominan. Berikut adalah alasan-alasan utama:
1. Dominasi Budaya Patriarki dan Tabu Seksual
- Budaya malu(“isu dapur sendiri”) membuat seksualitas dianggap tidak pantas dibicarakan di ruang publik atau akademik.
- Seks sering dikaitkan semata dengan moralitasatau kehormatan keluarga, terutama bagi perempuan, bukan sebagai isu kesehatan, hak, atau pendidikan.
- Kata “seks” masih diasosiasikan dengan hal vulgar atau cabul, bukan dengan ilmu atau etika tubuh.
2. Penafsiran Agama yang Konservatif
- Banyak institusi keagamaan masih menekankan norma kontrol terhadap tubuh perempuan, kesucian, dan kewajiban taat, bukan otonomi seksual.
- Wacana agama tentang seksualitas cenderung menghakimi atau melabeli, bukan mendidik dan membebaskan.
- Perspektif tafsir patriarkalmendominasi: seks untuk prokreasi, istri sebagai pelayan seksual suami, dan pengharaman terhadap keragaman orientasi.
3. Minimnya Kurikulum Pendidikan Seksual yang Komprehensif
- Pendidikan seks di sekolah hanya terbatas pada anatomi reproduksi dan larangan pergaulan bebas, tanpa menyentuh aspek psikologis, sosial, etika, atau relasi kuasa.
- Guru dan orang tua sering tidak siap atau tidak terlatih, bahkan merasa takut membahas seksualitas secara terbuka.
4. Pengaruh Regulasi dan Politik Moral
- Negara sering menggunakan “nilai kesusilaan” dan “budaya ketimuran”sebagai dasar pelarangan diskusi atau buku terkait seksualitas.
- Pasal-pasal dalam RKUHP atau UU ITE sering menjadi alat represi terhadap ekspresi seksual dan pendidikan kritis seksualitas, bukan alat perlindungan hak.
5. Kurangnya Dukungan dari Institusi Ilmiah
- Lembaga riset dan kampus jarang memiliki pusat studi seksualitas atau genderyang aktif mengkaji persoalan tubuh dan seksualitas secara interdisipliner.
- Isu seksualitas dianggap pinggiran, tidak penting, atau tidak akademisoleh banyak fakultas.
Kesimpulan:
Kurangnya diskusi ilmiah tentang seksualitas di Indonesia bukan karena masyarakat tidak membutuhkannya, tetapi karena hambatan budaya, agama, dan politik yang mengekang kebebasan akademik dan pendidikan kritis. Padahal, seksualitas adalah bagian dari kemanusiaan yang harus dibahas dengan jujur, bermartabat, dan berbasis ilmu pengetahuan. Karena itu, pendidikan seksual bagi remaja sangat penting, karena menyangkut hak, kesehatan, keselamatan, dan masa depan mereka. Pendidikan ini bukan hanya soal seks atau alat reproduksi, tetapi menyangkut pemahaman tentang tubuh, emosi, relasi, etika, moralitas, agama dan tanggung jawab sosial.
Berikut alasan-alasan mengapa pendidikan seksual bagi remaja penting:
🔍 1. Memberikan Informasi yang Benar dan Ilmiah
- Remaja saat ini banyak mendapat informasi dari internet, media sosial, atau teman sebaya yang belum tentu benar.
- Tanpa pendidikan seksual yang komprehensif, mereka rentan disesatkan oleh mitos, pornografi, atau narasi toksik soal seks.
💪 2. Melindungi dari Kekerasan dan Pelecehan Seksual
- Remaja yang teredukasi cenderung lebih paham batasan tubuh, consent (persetujuan), dan hak mereka atas rasa aman.
- Mereka lebih mampu mengenali bentuk-bentuk kekerasan seksual, baik fisik, verbal, maupun digital.
🧠 3. Membantu Membentuk Sikap yang Sehat terhadap Seksualitas
- Pendidikan seksual membantu remaja membangun hubungan yang setara, penuh hormat, dan tanpa paksaan.
- Remaja belajar bahwa seksualitas bukan hal kotor, tapi bagian alami dari kemanusiaan yang harus dijaga dengan etika dan tanggung jawab.
⚖️ 4. Mengurangi Kehamilan Remaja dan Penularan Penyakit Menular Seksual (PMS)
- Negara-negara yang menerapkan pendidikan seksual komprehensif menunjukkan penurunan signifikan dalam angka kehamilan remaja dan penyebaran HIV/AIDS.
- Remaja menjadi lebih sadar tentang kontrasepsi, perlindungan, dan risiko hubungan seksual tanpa persiapan.
💬 5. Menguatkan Rasa Percaya Diri dan Kemampuan Berkomunikasi
- Remaja yang teredukasi memiliki kemampuan menegosiasikan batasan, mengatakan “tidak”, dan memahami dinamika relasi sehat.
- Ini penting dalam membangun harga diri dan menghindari tekanan sosial atau kekerasan berbasis relasi.
🌈 6. Menghargai Keragaman dan Mengurangi Stigma
- Pendidikan seksual yang inklusif membantu remaja menghormati keragaman identitas gender dan orientasi seksual tanpa diskriminasi.
- Ini menjadi bekal untuk membentuk masyarakat yang lebih toleran dan adil.
📚 Apa Bentuk Pendidikan Seksual yang Ideal?
- Komprehensif: mencakup aspek biologis, psikologis, sosial, emosional, dan spiritual.
- Kontekstual: sesuai dengan nilai budaya dan agama yang memuliakan kemanusiaan, bukan menakut-nakuti atau menghakimi.
- Dialogis dan partisipatif: bukan doktrin, tetapi ruang aman untuk tanya jawab, berbagi pengalaman, dan pembentukan sikap.
- Bermitra dengan orang tua dan guru: agar pendidikan ini tidak hanya terjadi di sekolah, tapi juga didukung lingkungan rumah dan sosial.
Pendidikan seksual bukan sekadar ajaran soal alat reproduksi, tapi pendidikan untuk mencintai diri sendiri, menghormati orang lain, dan hidup secara sehat dan bertanggung jawab. Dalam masyarakat seperti Indonesia, pendidikan ini juga merupakan langkah kritis melawan budaya patriarki, kekerasan seksual, dan ketidaktahuan yang membahayakan generasi muda.
Unduh ulasan buku disini




