Memahami Tawakal Secara Benar
Hampir setiap kali mendengar ceramah, kata tawakal selalu muncul di dalamnya. Sayangnya kebanyakan kita salah memaknai kata ini. Tidak heran jika sering kita dengar seorang berkata dengan nada pasrah dan menyerah, “sudahlah saya tawakal kepada Allah swt.” Wahh.. ini bukan tawakal namanya melainkan putus asa.
Tawakal sesungguhnya berarti mewakilkan atau menyerahkan. Tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan. Akan tetapi, kita bertawakal setelah seluruh upaya dijalankan semaksimal mungkin. Setelah kerja keras dengan sepenuh hati, semua jalan sudah kita coba dengan penuh kesungguhan, barulah kita berpasrah kepada Sang Pencipta dengan penuh harapan agar upaya kita sukses dan bermanfaat.
Tawakal harus dijadikan sikap yang terus-menerus ada di dalam diri kita, dan dijadikan sebagai teman hidup. Jika musuh menghadang, tawakal adalah teman kita. Allah menyatakan hal ini didalam QS. Al-Nisa’ [4]: 81: “Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan: “(Kewajiban Kami hanyalah) taat”. tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. cukuplah Allah menjadi Pelindung.”
Orang yang berpegang teguh kepada Allah pastilah memiliki sifat tawakal. Hal ini digambarkan oleh Allah di dalam QS. Al-Anfal [8]: 2: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman[orang-orang yang sempurna imannya] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal.”
Keampuhan Tawakal
Ada beberapa kehebatan orang-orang yang memiliki sikap tawakal kepada Allah. Hal tergambar dari pernyataan Allah yang terdapat di dalam berbagai ayat di dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah:
- Orang-orang yang beriman bertawakal kepada Allah dengan takdir-Nya. Allah menyatakan di dalam QS. Al-Taubah [9]: 51: “Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”
- Orang beriman senantiasa menjadikan Allah sebagai tempat bersandar (al-Wakil). Allah menyatakan di alam QS. Al-Ra’d [13]: 30: “Demikianlah, Kami telah mengutus kamu pada suatu umat yang sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumnya, supaya kamu membacakan kepada mereka (Al Quran) yang Kami wahyukan kepadamu, Padahal mereka kafir kepada Tuhan yang Maha Pemurah. Katakanlah: “Dia-lah Tuhanku tidak ada Tuhan selain dia; hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku bertaubat”.
- Tawakal mengantar kita untuk menggapai cinta Allah swt. Allah menyatakan di dalam QS. Ali Imran [3]: 159: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[urusan duaniawi]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
Tawakal Bukan Pasrah Tanpa Usaha
Kegagalan total dan banyak kecewa yang dialami seseorang dalam usahanya akan melahirkan sikap kecewa yang mendalam, akan melahirkan sikap menyalahkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Jika ia tidak mampu mengatasi kekecewaannya itu, maka akan lahir sikap yang sangat berbahaya, seperti membunuh diri, atau melakukan hal-hal yang menimbulkan bahaya bagi dirinya.
Tawakal adalah alat yang paling ampuh untuk menghindarkan seseorang dari sikap sombong atas keberhasilan usahanya, dan mencegah seseorang dari sikap kecewa terhadap hasil usahanya. Untuk semua kondisinya, dengan tawakal, akan lahir dari dalam diri seseorang keyakinan bahwa keberhasilan, setengah berhasil, dan kegagalan itu merupakan takdir Allah yang tidak dapat dihindarkan setelah dilakukan upaya yang sungguh-sunggh. Dengan tawakal itu, seseorang akan mendapat tenang dalam menghadapi suasana lapang dan suasana sulit.
Allah swt. telah memerintahkan semua hamba-Nya untuk bertawakal kepada-Nya dalam segala hal. Hal ini tergambar dari sejumlah ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang tawakal. Ada 42 ayat yang berbicara tentang tawakal yang tersebar dalam berbagai ayat dan surat, yang isinya, oleh Mahmud al-Mishri, dapat dikelompokkan, di antaranya sebagai berikut:
Dalam meminta pertolongan dan kelapangan dari suatu kesempitan dan kesulitan, bertawakallah kepada Allah. Lihat QS. Ali Imran [3]: 160: Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.
Harus ditanamkan dalam hatimu sebuah keyakinan bahwa jika Allah memberikan pertolongan kepadamu, kamu pasti menang, dan tidak ada orang yang dapat mengalahkanmu. Sebaliknya, jika Allah membiarkanmu tanpa pertolongannya, atau tidak memberikan pertolongan kepadamu, maka siapa lagi yang bisa memberikan pertolongan kepadamu. Dengan kata lain, jika Allah membiarkanmu menyelesaikan urusanmu sendiri, maka tidak akan ada orang yang dapat memberikan pertolongan kepadamu. Engkau tidak akan dapat memberi pertolongan untuk dirimu sendiri. Karena itu, ketika engkau sudah melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, dengan niat yang ikhlas dan dengan perencanaan yang menurut Anda sangat bagus, maka bertawakallah kepada Alah, dan serahkan segala keputusan itu ada di tangan Allah.
Bagaimana cara bertawakal kepada Allah? Caranya adalah rajin dan tekun mendekati Allah dengan berzikir dan mengingat nama-nama-Nya, disertai permohonan dan doa untuk kesuksesan. Jika engkau selalu mengingat Allah, maka Allah akan mengingatmu lebih baik dan lebih hebat daripada apa yang telah engkau lakukan.
Tawakal harus ditempatkan pada tempat yang benar dan tepat. Tawakal tidak boleh salah tempat. Tempatnya tawakal adalah di akhir suatu usaha. Usaha yang tidak diakhiri dengan tawakal menimbulkan sifat arogan dan sombong atas keberhasilan usahanya. Tawakal yang ditempatkan di awal usaha adalah tawakal yang salah tempat, tawakal hanya dilakukan setelah semua upaya kita jalankan dengan kesungguhan yang optimal. Jadi, bertawakal tanpa disertai kerja keras dan usaha yang maksimal berarti menodai prinsip tawakal itu sendiri.
Ahmad Thib Raya adalah Guru besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan pendiri Yayasan Mulia Raya.