|

Muslimah Reformis

Islam Merespon Kesehatan Mental Ibu Baby Blues

Atssania Zahroh

Saya sangat ingin berbagi perihal baby blues. Bukan karena saya sudah mengalami fase melahirkan, akan tetapi saya mendapati pengalaman seorang teman yang baru menjadi ibu atau mengalami kelahiran bayi pertama kali. Atas dasar curiousity, saya mencoba memahami dan mencari beberapa sumber untuk menguatkan pemahaman saya tentang pengalaman pasca melahirkan.

Teman saya merasa lega dan sangat bahagia saat melihat buah hatinya lahir di dunia. Setelah 9 bulan hanya diajak bicara di balik perut, namun sekarang sudah bisa merasakan kelembutan tangan mungilnya. Namun ada hal lain yang saya ketahui dari Si Ibu, yaitu dia belum bisa menerima 100 persen keadaannya pasca melahirkan. Mungkin sebagian orang terutama seorang perempuan sudah memahami alasannnya. Akan tetapi saya bertanya-tanya, apa yang membuat dia tidak menerima. Dia tidak menyebutkan penyebabnya dengan jelas, intinya dia ingin nangis. Dia mengaku ketika awal ingin marah kepada anaknya yang baru lahir. Tapi juga muncul kesadaran ‘anak baru lahir selucu itu mana punya salah.’

Semua penjelasan di atas adalah fenomena baby blues. Setelah saya mengulik dari beberapa sumber, baby blues merupakan kewajaran bagi ibu pasca melahirkan. Namun ingat ya, tidak boleh dispelekan. Dalam penelitian Jurnal Eduhealth menyatakan jika baby blues dibiarkan akan berakibat pada depresi mayor atau lebih parah yaitu postpartum psychosis. Dampak yang berkelanjutan adalah terputusnya interaksi ibu dan anak, mengganggu perhatian dan bimbingan yang dibutuhkan bayinya untuk berkembang, bahkan merembet pada keharmonisan hubungan perkawinan.

Sebelum mengenali gejalanya lebih jauh, baby blues juga sering disebut sebagai postpartum depression. Kesamaan baik baby blues atau postpartum depression adalah kondisi seorang ibu pasca melahirkan yang mengalami gangguan perasaan lantaran penyesuaian terhadap kelahiran bayi.  Apakah perbedaan diantara keduanya? Dilansir dari halodoc, perbedaan antara keduanya dapat dilihat dari gejala, lama atau durasi gejala, dan penyebab serta tingkat keparahannya.

Baby blues memiliki jangka waktu yang lebih singkat, maksimal 14 hari setelah melahirkan dan mengalami puncak pada hari ke lima. Sedangkan postpartum depression mulai 1 bulan sampai 1 tahun. Gejala baby blues diantaranya sedih, emosi, mudah lupa, sensitif dan stress. Sedangkan postpartum depression sampai kehilangan nafsu makan atau makan berlebihan, lebih parahnya ingin menyakiti diri sendiri bahkan bayinya.

Kesehatan Mental

Kondisi ibu pasca melahirkan adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Ini tidak lain berkaitan dengan kesehatan mental ibu yang akan berdampak pada perkembangan anak. Namun saya juga menegaskan, bahwa permasalahan yang dialami ibu adalah masalah milik keluarga. Sehingga penyelesaiannya pun tidak hanya pada ibu, melainkan suami atau anggota keluarga lainnya.

Kesehatan mental tidak kalah penting dengan kesehatan fisik. Kesehatan mental adalah kondisi seseorang dengan batin tenang dan tenteram. Sehingga bisa menikmati hidup dan menghargai sekitar. Oleh karena itu mental seseorang akan memengaruhi pola pikir dan perilaku.

Kondisi mental seorang ibu sangat diuji ketika mengalami baby blues. Jurnal Eduhealth menyatakan bahwa setelah plasenta bayi keluar dari rahim ibu akan terjadi perubahan hormon. Diantaranya melibatkan endhorphin, progesterone, dan estrogen dalam tubuh ibu. Hal inilah yang dapat memengaruhi kondisi fisik, mental, dan emosional ibu. Kondisi pasca ibu melahirkan, diantaranya adalah mood turun, merasa bersalah tidak bisa mengatur anak dan ekonomi, adanya bentuk fisik yang tidak diinginkan seperti stretch mark, atau marah pada anak yang jelas-jelas anak tidak salah.

Kesehatan mental seorang ibu juga menjadi tanggung jawab ayah. Dukungan orang terdekat sangat dibutuhkan oleh seorang perempuan. Dukungan sosial suami sangat bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan individu (isteri) untuk mengakses informasi dan mengidentifikasi serta menyelesaikan masalah. Disini ditekankan bahwa suami tidak memiliki tugas yang umumnya dipahami (mencari nafkah) akan tetapi juga merawat anggota keluarga, membantu isteri merawat bayi, sepenuhnya mendukung isteri saat persalinan dan pasca persalinan. Sehingga disinilah letak kesejahteraan ibu dan anak.

Al-Qur’an Mengajarkan Menjaga Kesehatan Mental untuk Masa Depan Anak

Kira-kira bagaimana agama Islam menanggapi baby blues atau postpartum depression ini? Disebutkan dalam kitab manba’us sa’adah karya KH. Faqihuddin Abdul Qadir tentang keluarga yang bahagia; relasi kebaikan antara suami-isteri dalam rumah tangga. Relasi kebaikan antara suami-isteri adalah inti dari pada penyelesaian baby blues yang dialami oleh isteri. Jika relasi kesalingan atau relasi kebaikan antara suami isteri berjalan dengan baik, maka akan tercipta hubungan dan genarasi yang baik.

  1. Said Aqil Siradj menulis dalam muqoddimah kitab tersebut, betapa istimewanya kitab manba’us sa’adah sebagai panduan suami-isteri dalam rumah tangga. Al-Qur’an telah menjelaskan pada Q.S An-Nisa [4]: 9 dan Q.S An-Nisa [4]: 19

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا

“Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya).”

… ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

“….Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.”

Ayat pertama menjelaskan bahwa kita mesti khawatir dengan generasi yang lemah. Lemah mencakup fisik, psikis atau mental, pemberdayaan, keimanan, dan peradaban. Meskipun, tafsir menyebutkan konteks ayat tersebut tentang memperlakukan anak yatim harus dengan hati-hati atau menggunakan harta mereka. Namun secara makna luas, ini dapat dijadikan landasan untuk selalu menjaga kesehatan generasi yang selanjutnya agar menjadi generasi yang kuat.

Suami-isteri harus bekerjasama dengan apik agar mendidik anaknya dengan tepat sasaran. Menyampaikan segala sesuatu yang benar (قَوْلًا سَدِيْدًا); meluruskan informasi yang benar. Agar tertanam pada anak yang benar pula. Khawatir dengan generasi lemah lalu mencoba untuk menjaga generasi tersebut adalah bagian dari takwa kepada Allah.

Ayat ke dua menjadi landasan relasi suami-isteri, yaitu وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ . Maksud daripada ayat tersebut adalah antara pasangan memiliki peran yang sama. Pasangan yang baik adalah saling mendukung, saling memperlakukan dengan baik dan saling membantu dalam rumah tangga.

Hubungan inilah yang diharapkan saat Ibu mengalami baby blues. Kondisi Ibu yang sedang membutuhkan dukungan, belum bisa menerima 100 persen, namun harus menghadapi itu dengan baik dan siap. Oleh karena itu baby blues sangat menjadi perhatian apalagi dalam Islam. Islam sendiri telah mensyari’atkan bagaimana hubungan antara suami dan isteri yang baik, sehingga berdampak pada kesiapan mengasuh dan mempersiapkan generasi ke depan yang lebih baik.