Hurrotul Firdausiyah
Belakangan ini, media sosial sedang ramai menyoroti kasus perceraian dan perselingkuhan yang dialami oleh beberapa selebritas tanah air. Yang paling hangat adalah isu perceraian pasangan suami istri Desta dan Natasha Rizki. Pasalnya pasangan selebritas tersebut selalu terlihat harmonis dan baik-baik saja. Namun siapa sangka jika rumah tangga mereka akan bercerai karena adanya isu pihak ketiga.
Sebelumnya, warganet juga diributkan oleh kasus perselingkuhan oleh penyanyi solo terkenal, Virgoun, yang berujung istrinya menggugat cerai dia. Seperti pasangan Desta dan Natasha Rizki, rumah tangga Virgoun dilihat publik sebagai rumah tangga yang bahagia. Bagaimana tidak, istrinya bahkan anaknya seringkali dibuatkan lagu tersendiri oleh Virgoun sebagai ungkapan kasih sayangnya.
Namun, dunia maya tetaplah dunia maya, media sosial tetaplah media sosial, jauh dari kata mengetahui realitas yang sebenarnya.
Adanya kasus perceraian dan perselingkuhan yang terlihat di media memberi sebuah gambaran realitas pernikahan yang tidak hanya perihal bahagia saja, namun lengkap dengan potensi-potensi perceraiannya. Bahkan dengan banyaknya kasus ini, anak-anak muda pun merasa khawatir untuk menikah dan membangun keluarga.
Berdasarkan data di katadata.co.id, jumlah kasus perceraian di Indonesia mengalami peningkatan sejak tahun 2022 lalu. Ada 516.334 kasus perceraian pada tahun 2022. Sedangkan pada tahun 2021, kasus perceraian berada di angka 447.743. Angka kasus perceraian pada tahun 2022 mengalami peningkatan 15,31% dengan kasus pada tahun 2021. Sehingga sangat wajar apabila anak-anak muda semakin mengalami kekhawatiran untuk menikah dan membangun sebuah keluarga, terlebih saat ini kasus-kasus perceraian banyak sekali muncul di media sosial dan dapat diakses oleh siapapun.
Melihat banyaknya kasus perceraian yang terjadi saat ini, apakah masih ada kemungkinan untuk membangun sebuah keluarga yang sejahtera? Atau keluarga sejahtera hanya menjadi sebuah impian saja tanpa bisa diwujudkan?
Mengacu pada penjelasan Musdah Mulia di Ensiklopedia Muslimah Reformis, sebuah keluarga sejahtera sangat bisa terwujud bilamana seluruh fungsi-fungsi keluarga berjalan secara efektif dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip yang sudah digariskan Islam.
Apa saja fungsi-fungsi keluarga itu?
Pertama, fungsi religius. Keluarga menjadi tempat berbagi pengalaman keagamaan untuk anggota-anggotanya. Kedua, fungsi afektif. Dimana keluarga tidak hanya menjadi tempat untuk melahirkan keturunan saja, tetapi menjadi tempat berbagi cinta dan kasih sayang. Ketiga, fungsi sosial. Keluarga memberikan status dan juga prestise kepada semua anggotanya. Keempat, fungsi edukatif. Keluarga tentu saja menjadi tempat yang paling pertama dan utama untuk memberikan pendidikan atau mendidik anggota-anggotanya.Kelima, fungsi protektif. Keluarga menjadi perlindungan untuk anggota-anggotanya dari bahaya maupun ancaman baik secara fisik, psikis, ekonomis, dan juga psikososial. Keenam, fungsi rekreatif. Keluarga juga menjadi wadah rekreasi atau hiburan bagi seluruh anggotanya. Tempat membahagiakan dan menyegarkan semangat untuk setiap anggotanya.
Fungsi-fungsi keluarga tersebut seharusnya berjalan secara kesuluruhan, sehingga menjadikan keluarga itu kokoh dan sejahtera. Sebaliknya jika ada salah satu atau sebagian fungsi dari keluarga itu mengalami ketimpangan maupun hambatan, maka akan menjadi sebuah krisis atau masalah dalam keluarga untuk menuju keluarga yang sejahtera.
Dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga, Agama Islam sendiri sudah memberikan prinsip-prinsip yang bisa dijadikan landasan dalam berkeluarga.
Prinsip yang pertama, pernikahan merupakan mitsa-qan galizhan atau perjanjian yang sangat kuat (QS an-Nisa’ [4]: 21). Pernikahan tidak hanya merupakan sebuah ikatan antara dua insan, tetapi juga ikatan yang berkonsekuensi untuk memenuhi setiap hak dan kewajiban baik untuk istri maupun suami bahkan untuk keluarga yang berkaitan juga. Dengan pemenuhan hak dan kewajiban yang baik, seluruh anggota keluarga dalam ikatan pernikahan akan merasa tenteram, sejahtera, dan cukup akan kebutuhan-kebutuhan dasar kehidupannya.
Prinsip yang kedua, tujuan pernikahan itu sendiri adalah mewujudkan mawaddah wa rahmah (cinta dan kasih sayang yang tulus) untuk menuju ridha Allah (QS ar-Rum: 21). Dengan adanya perasaan cinta dan kasih sayang yang tulus ini, setiap anggota keluarga akan saling melindungi, mengasihi, dan tidak akan ada bentuk kekerasan di rumah tangga.
Prinsip yang ketiga, dalam Islam setiap anggota keluarga merupakan seorang pemimpin dalam porsinya masing-masing, sehingga mereka harus bertanggung jawab dengan kepemimpinannya tersebut. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, “.…….semua kamu adalah pemimpin, dan semuanya akan ditanyai tentang kepemimpinannya”. (HR Bukhari Muslim)
Prinsip yang keempat yakni prinsip adil dalam membina keluarga. Prinsip ini meletakkan fungsi-fungsi keluarga secara harmonis bagi setiap anggotanya, sehingga tidak ada anggota keluarga yang mengalami ketimpangan dalam menjalankan maupun menerima fungsi keluarga dari anggota keluarga lainnya.
Prinsip yang terakhir yakni prinsip musyawarah. Prinsip ini sangat ditegaskan dan dijunjung sekali dalam Islam (QS at-Thalaq [65]: 6). Dengan adanya musyawarah, kepentingan maupun keputusan dalam keluarga tidak hanya diambil secara sepihak namun secara bersama, sehingga tidak akan ada yang merasa dirugikan. Selain itu, bermusyawarah juga dapat meningkatkan hubungan antar anggota keluarga karena setiap anggota akan merasa sangat dihargai dan dianggap dalam hubungan kekeluargaan tersebut.
Dengan pemahaman pernikahan berdasarkan prinsip-prinsip yang sudah Islam gariskan, maka akan sangat membantu sebuah pernikahan untuk membina keluarga dan menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, serta tentu saja akan sangat memungkinkan sekali untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera.
Dalam Ensiklopedia Muslimah Reformis sendiri, Prof. Musdah Mulia juga mengingatkan kembali tentang perumpamaan bayti jannati (rumahku adalah surgaku) yang seringkali disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam menggambarkan rumah tangganya yang sejahtera.
Perumpaan bayti jannati ini menyiratkan bahwa menjadikan rumah sebagai surga membutuhkan sebuah usaha bersama, karena rumah adalah tempat untuk setiap anggota yang menghuninya. Menginginkan surga dalam sebuah rumah dibutuhkan sebuah kolaborasi yang adil dan baik antar anggotanya. Adanya surga dalam rumah harus diciptakan, tidak bisa hanya diimpikan atau dikatakan.
Maka, sangat memungkinkan jika membangun sebuah pernikahan untuk membina sebuah keluarga yang sejahtera sekalipun di tengah banyaknya kasus perceraian maupun kasus perselingkuhan saat ini. Tentunya pernikahan tersebut harus dibekali terlebih dahulu dengan pemahaman akan prinsip-prinsip dasar pernikahan yang sudah digariskan oleh agama, sehingga akan sangat membantu pernikahan untuk menjalankan fungsi-fungsi keluarga itu sendiri.