Nongkrong atau kumpul bareng teman-teman di sebuah tempat tertentu menjadi sebuah kegiatan yang sering dilakukan oleh kawula muda, walaupun tidak jarang dilakukan pula oleh para orang tua. Di mata masyarakat umum, nongkrong adalah sebuah kegiatan kesia-sian, karena yang mereka tahu nongkrong itu isinya hanya membicarakan hal-hal yang tidak perlu. Minum kopi dan makan-makan saja. Padahal, nongkrong versi mahasiswa atau aktivis pergerakan di organisasi atau komunitas, bukan hanya sekedar makan minum atau bahkan sarana untuk ghibah, tetapi lebih dari itu. Nongkrong yang banyak dilakukan di warung kopi, kafe dan tempat lainnya, isinya tidak lepas dari kegiatan diksusi, kajian, rapat dan kegiatan bermanfaat lainnya.
Dan, saat ini saya pun aktif di beberapa komunitas. Memilih untuk terjun berkegiatan di komunitas sosial, merupakan hak pribadi setiap orang yang tidak perlu dihakimi oleh siapapun. Namun, responnya akan berbeda-beda ketika yang ikut aktif berkegiatan dan suka nongkrong-nongkrong adalah seorang perempuan. Bahkan akan muncul beberapa pertanyaan “ko perempuan sering berkegiatan sampai malam hari, apalagi sampai nongkrong-nongkorng di warung kopi ?” dan banyak lagi pertanyaan yang mejurus pada hal buruk.
Stigma buruk terhadap perempuan yang suka nongkrong sudah terlanjur melekat di benak masyarakat umum, bahkan masih ada dari kalangan akademisi yang tidak punya kesadaran keadilan gender cara berpikirnya. Tidak jarang mereka mengatakan bahwa perempuan tidak elok jika harus pulang malam hari walaupun alasan mereka nongkrong atau pulang malam karena telah melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan banyak orang. Padahal, dalam Hadis sudah jelas “Sebaik-sebaiknya manusia ialah yang bermanfaat bagi manusia yang lain.” Tapi seolah-olah hadist ini tidak berlaku bagi perempuan walaupun sudah banyak melakukan kebaikan hanya karna pulang larut malam.
Sebenarnya tidak ada yang salah jika perempuan ikut aktif berkegiatan di sebuah komunitas, selama itu murni pilihannya sendiri bukan paksaan dari orang lain. Sebab, selama saya ikut aktif berkegiatan dengan melalui proses yang tidak sebentar inilah yang menjadi pengalaman berharga bagi saya, karena gerakan-gerakan sosial ini akan menjadi bekal untuk kehidupan selanjutnya.
Jadi sebelum menghakimi dan memberi label negatif kepada perempuan yang aktif berkegiatan hingga larut malam dan nongkrong di warung kopi. Coba lihat dari sudut pandang positif, karena dari kegiatan diskusi, kajian-kajian yang sering dilakukan di warung kopi memberikan banyak pelajaran berharga untuk jangka panjang. Dengan ikut aktif di komunitas-komunitas. seperti komunitas literasi, pariwisata atau komunitas yang aktif di gerakan sosial. yang sesuai dengan skil dan passion kita, di sana kita bisa menemukan jati diri yang sebenarnya. Berkumpul dengan orang-orang yang satu frekuensi, sehingga kebutuhan kita untuk menyalurkan skill bisa tetap terpenuhi.
Selain itu, setidaknya ada dua hal positif nongkrong yang tidak diketahui masyarakat umum yang memandang nongkrong adalah perbuatan negatif. Berikut ini:
Memperluas Relasi
Selain kita bisa berkumpul dengan orang-orang yang punya frekuensi yang sama, dengan aktif berkegiatan dan sering mengadakan pertemuan di warung kopi, kita bisa membangun jejaring dengan para tokoh-tokoh hebat; mulai dari penulis, sastrawan, sejarawan, budayawan, musisi, agamawan dan masih banyak lagi. Tentu saja kita akan banyak mendapat ilmu, pengalaman dan wawasan baru. Karena relasi yang terjalin di warung kopi bisa saling membahagiakan, karena kita bisa bebas berdiskusi dan berdialektika tanpa perlu memandang gelar dan jabatan.
Melahirkan Ide Gagasan
Sudah menjadi rahasia umum jika warung kopi sering dijadikan tempat untuk berkonsolidasi, berdiskusi, rapat dan lain-lain. Para perempuan yang aktif di sebuah komunitas atau organisasi, nongkrong itu bagian dari cara untuk mencari ide, dengan ngobrol dan diskusi bersama teman-teman satu komunitas. Bukan nongkorong untuk sekedar makan saja apalagi untuk menggibah.
Menambah Wawasan
Nongkrong tentulah tidak boleh di pandang sebagai cara yang negatif karena ada tidak orang banyak ketahui bahwa dengan cara ngopi dan bersatai sembari membicarakan ide-ide gagasan dan tukar ilmu pengetahuan dapat membawa pada hal yang baik, yakni menamba wawasan. Apalagi, jika komunitas sering mengadakan kajian dan mengundang para tokoh dapat pula membangkitkan kesadaran kritis dan mempertajam daya analisis seserorang.
Hematnya, saya hanya ingin menyampaikan bahwa nongkrong tidak boleh dipandang sebelah mata. Dan tentu, perempuan yang terlibat dalam tongkrongan harus dilihat dari sudut pandang yang luas. Tidak semua yang nongtrong melakukan sebuah perbuatan yang sia-sia. Sebab, dengan cara seperti inilah perempuan ingin pula eksis terlibat dalam pergerakan sosial agar kelak pertanggung jawaban bermanfaat bagi sesama bisa dijawab dengan leluasa di hadapan Yang Maha Kuasa.