Jonminofri (Ketua Harian Perkumpulan Penulis SATUPENA)
Saya ingin ikut beropini soal perempuan anggota Paskibraka lepas jilbab. Ini kacamata saya dalam melihat persoalan ini. Anda boleh sepakat, boleh menolak. Jika kita berbeda pendapat, mohon saya jangan dibilang pengkhianat, antiislam, dan sebagainya. Saya hanya beropini.
Kewajiban Berhijab
Sebagian (besar) perempuan Muslim di Indonesia mengenakan hijab dalam kehidupan sehari-hari, jika keluar rumah. Mengenakan hijab itu diyakini sebagai bagian dari ajaran Islam. Keyakinan ini dianut oleh perempuan maupun laki-laki Muslim.
Keyakinan kelompok lain adalah bukan hanya berhijab yang wajib, tapi menutup wajah juga wajib. Jadi sehari-hari mereka mengenakan cadar. Semua keyakinan tersebut harus dihormati.
Pakaian Lain
Indonesian memiliki banyak suku bangsa. Ada suku bangsa yang memiliki pakaian adat sendiri. Bahkan perempuan Papua masih menjunjung tinggi pakaian adat mereka. Juga para lelaki. Ciri pakaian mereka, tidak semua bagian tubuh tertutup. Saya gak tahu apakah mereka beralas kaki atau tidak.
Tentu saja kita harus menghormati cara berpakain mereka sehari-hari. Juga masyarakat Bali mempunyai pakaian adat, sebagian masih mengenakanya dalam kehidupan sehari-hari. Banyak pria Bali tidak melepas udeng dari kepalanya. Ada pula warga Madura, terutama pria, sehari-hari berpakaian sarung. Ini menjadi ciri mereka. Saya sering mengikuti cara ini jika sedang nenangga.
Saya senang melihat warga Indonesia mengenakan pakaian adat dan agama sehari-hari. Keberagamannya kelihatan. Damai. Itu adalah bagian dari hak asasi. Bagian dari kebebasan menjalankan agamanya dalam kehidupan. Harus dihormati.
Seragam
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal kata segaram. Tepatnya pakaian seragam. Berseragam ini jelas bukan urusan agama. Tapi urusan estetika dan kekompakan. Peraturan internal. Jika seragam pria pakai kopiah, ya semua pria pakai kopiah. Jika seragam pakai celana pendek, ya, semua pakai celana pendek. Jika seragam di pabrik harus memakai helm keselamatan warna kuning, semua orang harus memakainya ketika di areal pabrik.
Di dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal dua pakaian seragam. Yaitu seragam yang dipakai tiap hari, seperti polisi, tentara, seragam sekolah, seragam anak geng, dan lainnya. Di sini biasanya ada penyesuaian untuk yang berhijab. Tapi mereka biasanya tidak memberikan kesempatan kepada perempuan yang pakai cadar, kendati memakai cadar itu bagian dari kewajiban bagi sebagian orang. Artinya, ada bagian muslimah yang berkeyakinan bahwa pakai cadar itu wajib. Tidak pakai cadar berdosa. Ini juga harus dihormati.
Tidak jelas mengapa instansi tidak memberikan izin, misalnya, tentara pakai cadar. Tapi boleh pakai hijab. Padahal bagi perempuan itu mengenakan cadar sama wajibnya dengan memakai hijab.
Paskibraka
Paskibraka mempunyai seragam sendiri. Ini jenis seragam yang dipakai hanya sesaat, ketika upacara. Di luar itu, mereka boleh menanggalkan seragam. Bahkan termasuk lebai jika sehari-hari mereka mengenakan seragam Paskibraka, ke pasar, ke pesta ulang tahun teman. Jadi hanya dipakai sesaat saja.
Untuk menjadi anggota Paskibraka itu tentu ada syaratnya. Saya tidak tahu persis, tapi yang pasti: orang tua seperti saya yang berumur 60 tahun, pasti ditolak. Juga misalnya kalau saya masih muda, tapi saya tak punya kaki (maafkan contoh ini) saya kira juga tidak diterima. Atau, tinggi badan saya mencapai 250 cm, atau 75 cm, saya kira juga ditolak. Itu syarat yang saya harus turuti. Saya menerima konsekuensi itu sebagai orang gaek, sebagai orang bertubuh tinggi banget, dll.
Nah, saya kira, perempuan yang pakai cadar juga tidak diizinkan menjadi anggota Paskibraka. Sejauh ini, belum ada protes keberatan dari pengguna cadar karena tidak bisa menjadi anggota Paskibraka.
Lalu terhadap perempuan berhijab? Ini dilemanya. Peraturannya, misalnya, tidak boleh menggunakan hijab ketika Paskibraka bertugas, ya, mestinya ditaati. Sama dengan orang tua, orang tak berkaki, orang tinggi banget, orang rendah banget, orang bercadar.
Jika mereka tidak bersedia melepas hijabnya ketika upacara, ya, sebaiknya jangan mendaftar.
Sampai sekarang belum terdengar ada protes dari kakek-kakek, atau orang jangkung banget, atau orang pendek banget, tidak lolos jadi anggota Paskibraka.
Kalau pun, misalnya lagi, perempuan berhijab menganggap berdosa melepas hijab satu atau dua jam, ya, berfikir saja tentang gading gajah: semua gading retak, tidak ada yang sempurna.
Saya tidak tahu apakah para perempuan berhijab itu tidak pernah melakukan dosa sama sekali, semisal alpa solat subuh, tak sempat solat magrib karena macet..
Ah, sudahlah.. Saya cukupkan sekian opini saya. Dulu, tahun 80an atau sebelumnya, sebelum ada toko hijab, persoalan ini tidak muncul…