Dalam memperingati 20 tahun reformasi Jurnal Perempuan berupaya mengangkat isu kebangsaan yang dikaitkan dg gerakan perempuan.
Sebuah FGD diadakan di kantor Jurnal Perempuan hari ini, 4 Juli 2018. Temanya, Perempuan dan Kebangsaan.
Menelusuri perjalanan bangsa Indonesia sejak masa pra kemerdekaan sampai era post reformasi dewasa ini, kondisi perempuan secara umum belum mengalami perubahan yg signifikan.
Di masa kolonial atau pra kemerdekaan, perempuan mengalami penderitaan yg panjang dan berlapis. Setelah merdeka, mereka pun masih terbelenggu budaya patriarkal dan feodaslistik. Para elit politik memanfaatkan mrk hanya sbg obyek pembangunan, bukan subyek yg menentukan. Tidak heran jika sejumlah perempuan berupaya tampil lbh maskulin agar diterima eksistensinya di dunia politik.
Setelah masa reformasi yg membawa angin segar bagi perempuan, ternyata era demokratisasi ini justru dimanfaatkan oleh kelompok Islam transnasional utk mendomestifikasi perempuan dg dalih agama.
Tentu tidak menafikan sejumlah progres yg dicapai perempuan Indonesia di berbagai bidang, politik, ekonomi dan sosial. Namun, isu-isu perempuan masih berkutat seputar persoalan klasik. Di antaranya, isu kemiskinan, buruh migran, pekerja rumah tangga, KDRT, trafficking dan masalah lingkungan. Intinya, perempuan Indonesia belum lepas dari persoalan ketimpangan dan ketidakadilan gender akibat sejumlah peraturan dan kebijakan publik yg masih diskriminatif, kultur masyarakat yg masih kental dg budaya patriarki, ketimpangan sosial yg menyebabkan kemiskinan berlapis dan jangan lupa juga interpretasi agama yg masih bias gender.
Sejarah kebangsaan Indonesia memotret setidaknya 3 hal. Pertama, relasi perempuan dan kebangsaan tidak statis, melainkan penuh dinamika. Kedua, perjuangan gerakan perempuan dlm kontradiksi terus-menerus antara kepentingan perempuan dan kepentingan negara-bangsa. Ketiga, relasi perempuan dan kebangsaan sering dihadang oleh kekuatan konservatif, khususnya berupa gerakan purifikasi.