|

Muslimah Reformis

Ragam Puasa di berbagai Agama 

Tia Mega Utami

Beberapa hari lalu saya berkesempatan mengikuti diskusi lintas iman di GKI Kebayoran, kali pertama saya mengunjungi tempat ibadah selain vihara maupun masjid.  Puasa dan Paskah, tema diskusi yang menarik dan sangat jarang dijumpai karena bertepatan dengan dua perayaan hari besar keagamaan.

Dalam surat al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. Kalimat diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu berarti puasa sudah dijalankan sebelum ajaran Islam datang, makna puasa telah banyak disebut dalam al-Qur’an, Injil, Mahabharata, Uphanishad, Tripitaka dan Kitab Aqdas Baha’i, disamping menjadi tradisi agama samawi yang masih dilaksanakan hingga saat ini.

Puasa di bulan ramadan bukanlah hal baru, selain suasana berbeda juga hanya dilaksanakan setahun sekali. Namun ada yang berbeda pada ramadan tahun ini, tepat dengan perayaan hari Paskah umat kristiani. Saya menyadari bahwa Puasa bukan hanya milik umat muslim, tetapi agama-agama lain menjalankan puasa sesuai dengan kepercayaannya masing-masing, misalnya umat kristiani, menjalankan puasa selama 40 hari sebelum hari paskah (pra-paskah). Puasa tersebut menjadi wahana transformasi dalam revolusi moral agar serupa dengan-Nya (gambaran sang Khalik yang maha Pengasih dan Penyayang).

Agama Hindu mengenal puasa dengan sebutan Upuwasa yang dibedakan menjadi dua, wajib dan tidak wajib. Lazimnya kita kenal dengan perayaan Nyepi dan ada juga puasa Siwa Ratri. Sedangkan puasa yang tidak wajib dikenal dengan nama Odalan dan Anggara Kasih. Tujuannya selain menahan dari dari hawa nafsu duniawi, juga mensucikan diri menjaga keseimbangan manusia dan alam semesta. Selain itu, puasa dalam agama Budha disebut Uposatha, tujuannya membersihkan pikiran dari hal-hal kotor untuk mendatangkan ketenangan batin dan kebahagiaan. Agama Baha’i melaksanakan puasa selama 19 hari untuk menyegarkan jiwa dan membawa seseorang lebih dekat dengan tuhan-Nya dan dirayakan dengan perayaan Naw-ruz.

Ragam puasa di berbagai ajaran agama tak lepas dari menahan makan dan minum, namun  menahan pikiran negatif yang mampu membersihkan jiwa dari godaan duniawi dan syahwat.

Memaknai puasa seharusnya menjadi momentum manusia merefleksikan sifat-sifat sang pencipta ar-rahman dan ar-rahim dalam dimensi kehidupan.

Seperti kalimat  Musdah Mulia, bahwasannya manusia menjadi tuan dari nafsunya maka harus ada mekanisme kontrol diri agar unsur keilahian (sang Pencipta) mendominasi pikiran manusia. Puasa dalam Islam sebenarnya adalah aktivitas pengendalian diri dari hal-hal yang membawa bencana dalam kehidupan.

Pikiran yang damai haruslah selalu diusahakan dan direncanakan, nilai-nilai perdamaian dalam beragama, persaudaraan dan kesetaraan membawa manusia pada kehidupan yang jauh dari kesengsaraan. Andaikata di dunia ini tidak ada keberagaman dalam beragama, sudah pasti hari libur Nasional hanya sedikit di kalender kita. Hehe