|

Muslimah Reformis

Selayang Pandang Acara Kebaya dari Bone Bedah Buku Perjalanan Lintas Batas melalui Seni dan Sastra

“Pandangan sebagian masyarakat yang melihat tanah suci sebagai tempat peleburan dosa adalah sangat keliru. Pandangan demikian dapat menyesatkan karena orang lalu mudah terjerumus berbuat jahat, toh nanti ada tempat cuci dosa. Tuhan tak ubahnya dianggap sebagai mesin cuci yang dapat disetel untuk mencuci dosa”, itu salah satu pembacaan dari cuplikan buku karya Musdah Mulia berjudul ‘Perjalanan Lintas Batas, Lintas Agama Lintas Gender Lintas Negara’ saat kunjungannya ke negara Arab Saudi pada acara gelaran seni dan sastra membedah buku ‘Perjalanan Lintas Batas’ yang disutradarai oleh Hefzibah Gayatri WM (Gayatri) dan Yenti Nurhidayat pada Rabu (24/7) bertempat di rumah ICRP Jalan Cempaka Putih Barat XXI No.34 Jakarta Pusat juga disiarkan live melalui zoom meeting.

Bedah buku dengan konsep pembacaan cuplikan-cuplikan tulisan kunjungan ke 51 negara dari buku terbaru Musdah Mulia ini cukup menarik perhatian puluhan peserta undangan yang hadir. Peserta  diajak traveling sambil membayangkan suasana, situasi dan perasaan yang dialami oleh Musdah saat mengunjungi negara-negara yang disebutkan didalam buku tersebut yang dipandu oleh Yenti Nurhidayat sebagai moderator sekaligus pembaca cuplikan buku. Pembaca dan penanggap lainnya yang turut serta diantaranya Hefzibah Gayatri WM, Zafrullah A. Pontoh, Ramadhona Julianto, Abraham Nugroho, Abdul Mu’ti, Abdul Rachman, Ilma S.Y Ilyas, Chris Poerba dan Sylvana M. Apituley hadir juga Penulis Buku Perjalanan Lintas Batas Prof. Musdah Mulia.

Hadir Baby Jimmy Aditya sebagai peserta undangan memberi tanggapan tentang buku perjalanan lintas batas, dirinya mengapresiasi dan menyampaikan bahwa buku ini isinya sebenarnya berat seperti saat dibacakanya cuplikan tulisan kunjungan Musdah ke Israel-Palestina, namun pada akhirnya seperti dikatakan Baby bahwa penulis berhasil menuliskannya dengan bahasa yang ringan, mudah dipahami, lebih friendly dan manusiawi, pembaca tidak merasa gerah.

Sylvana M. Apituley juga menanggapi dan menyampaikan juga apresiasinya terhadap buku Perjalanan Lintas Batas, ia mengatakan bahwa buku ini bukan hanya mengangkat isu-isu sensitif tetapi isu yang berkaitan dengan lintas gender, feminis di tiap negara  dan Musdah bisa mengemas bahasanya dengan baik. “Kalimat gantungkan cita-citamu sampai ke negeri cina dan setinggi langit merupakan pesan bijaksana yang mampu menginsprasi anak-anak, saya pikir ini ada contoh yang sangat bagus dan baik juga yang ditulis didalam buku Musdah ini sehingga bisa membuat kita dan khususnya nanti orang muda yang juga membacanya dapat memiliki mimpi, cita-cita menulis cerita ke negara-negara yang dikunjunginya. Dengan membaca buku musdah ini saya jadi tahu bahwa setiap negara yang kita kunjungi bisa kita tuliskan, Musdah saja bisa kenapa kita tidak bisa itu yang menginspirasi saya juga setelah membaca buku ini” ungkapnya.

Musdah menyampaikan buku yang ditulisnya cukup istimewa karena benar-benar seperti bercerita tentang yang dialami dan dirasakannya saat melakukan perjalanan ke beberapa negara tersebut dengan harapan ketika orang lain membacanya, mereka akan ikut terbawa seakan ikut berkunjung ke tiap negara yang ditulis didalam buku tersebut. “Tulisan saya yang berkunjung ke Afganistan itu sudah dibaca oleh beberapa orang yang mengatakan kalau tulisan di buku ini seperti membaca novel sehingga orang ikut terbawa kedalamnya, mereka yang sudah membaca itu tadinya mau berkunjung ke Afganistan, lalu membatalkannya setelah membaca tulisan saya tersebut, nyatanya kunjungan ke Afganistan bukan seperti perjalanan ke Surga, kalau sengaja datang kesana jangan harap bisa kembali lagi dengan mudahnya, tidak segampang itu” ungkap Musdah.

“Lintas Agama bagi saya, agama yang dimulai kitab sucinya dengan ‘Iqro’, bukan hanya sekedar membaca tetapi juga memperkuat literasi. Membaca bahasa kitab suci kita terlebih dahulu membuka dulu wawasan agar kita memiliki pemahaman agama dengan benar, ibaratnya seperti  sholat ketika kita melakukannya dengan pemahaman yang tidak benar maka setelah sholat kita tidak akan mendapatkan apa-apa dari sholat tersebut dan sebaliknya, jadi pahami dulu dengan benar pemahaman agama kita. Ada banyak ayat Al-Quran yang mengajak kita sebenarnya untuk memiliki dan mengembangkan nalar kritis agar kita bisa mendapatkan intisari dari agama. Di dunia ini kenyataannya ada 3500 kurang lebih agama dan kepercayaan, saya juga ingin menyampaikan bahwa ketika kita menganggap agama kita paling benar begitupun orang lain juga menganggap agama yang mereka yakini juga benar, lalu siapa yang paling benar? Jawabannya adalah ‘Wallahualam, hanya Allah yang maha mengetahui yang hak, itu yang juga Almarhum Gusdur sering dengungkan. Maka dari itu jangan kita menghakimi orang lain karena kita tidak tahu siapa yang paling benar dimata Allah, sebisa mungkin kita saling membantu saja antar agama, antar manusia”. Terangnya.

Musdah menyampaikan juga makna lintas gender yang disajikan didalam bukunya. Ia menegaskan bahwa lintas gender itu beragam dan mengapresiasi lintas gender yang ada di negara lain “Saya bertemu dengan banyak sekali kelompok gender di beberapa negara dan itu membuat saya belajar untuk melihat hakikat manusia di dunia ini, saya jadi belajar untuk  berjalan diatas bumi  dengan tidak arogan, tidak menganggap bahwa diri kita yang paling besar dan dari perjalanan lintas gender saya mempelajari untuk mengikis sifat egois, serakah dan sombong” tambah Musdah dalam penyampaian isi bukunya.

Pada perjalanan lintas negara, Musdah juga menyampaikan bahwa ternyata yang diperbicangkan saat dirinya berkunjung ke Brazil adalah tentang pentingnya  penghargaan terhadap alam, cara merawat alam negaranya dan tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan karena akan cepat juga rusaknya ekosistem dari alam suatu negara tersebut, disampaikan Musdah bahwa bukan hanya di negara Brazil saja tetapi juga ini menjadi perbincangan disetiap negara yang dikunjunginya tentang cara-cara tiap negara menghargai hasil dan ekosistem alam di negaranya masing-masing.  “Saya juga ingin menyampaikan bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat untuk manusia lainnya dan alam semesta” tutup Musdah.