Baru-baru ini publik sempat dihebohkan dengan berita dari suami selebritis yang menggelar jumpa pers dan menyampaikan ke publik bahwa istrinya melakukan perselingkuhan dengan sahabatnya sendiri di komunitas kajian spritual tempat mereka mendalami ilmu agama. Diketahui pihak suami sudah mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Negeri Jakarta. Selebritis pria dan istrinya tersebut belum lama ini menyatakan diri untuk Hijrah. Proses Hijrah yang dilakukan bahkan terlihat dari gaya penampilannya yang juga berubah, ditandai dengan sang istri yang sudah mengenakan hijab dan suami kerap berbusana yang cukup tampak lebih agamis.
Viralnya berita tersebut sempat membuat komentar netizen berseliweran di sosmed. Ada yang menyayangkan atas dugaan perselingkuhan hingga berujung gugatan cerai sang suami dengan membuka aib pasangannya di media.
Banyak juga yang mengomentari tentang hijrahnya sang istri baru-baru ini, simbol hijrah berupa hijab yang belum lama dikenakan sang istri dianggap sebagai bentuk taubat dan permohonan maaf karena sudah melakukan perselingkuhan, ada juga yang berkomentar tentang hijab dan perilaku selebritis tersebut yang bertolak belakang dari makna hijrah, istri berselingkuh padahal sudah hijrah dan suami membuka aib pasangannya sendiri ke publik.
Agama sering hanya dipahami sebagai pengetahuan. Tidak membentuk karakter, mengubah kelakuan dan watak. Tidak mencegah nafsu bermaksiat.
Dosa besar itu, selain seks, juga korupsi, intoleransi, seperti heboh di Bekasi tempo hari, setingkat kepala bagian di instansi pemerintah, berhijab dan sudah cukup tua, masih mengumbar kebencian. Sibuk mengurusi agama dan menagganggu ibadah umat lain. Ramai jadi pembicaraan juga, terkait pendakwah sekelas ustadz, ulama mempermainkan kuota haji, menjual jalur khusus untuk keuntungan sendiri dan grupnya, menutup kesempatan mereka yang sungguh sungguh mau ibadah dengan menabung bertahun tahun.
Makna Hijrah
Mengutip dari Ensiklopedia Reformis, Hijrah tidak ada kaitannya dengan menjadi semakin fundamentalis, berjenggot, bercadar, bercelana cingkrang dan berhijab panjang. Makna Hijrah bukan hanya mengubah penampilan tetapi juga perilaku individunya ke arah lebih baik
Hjrah adalah pembebasan diri dari semua perilaku jahiliyah, berupa ketidakadilan, kezaliman, ketidaksetaraan, korupsi, eksploitasi, diskriminasi dan semua bentuk kekerasan. Ayat-ayat tentang hijrah justru memotivasi umat islam agar senantiasa berjuang dan berjihad memperbaiki nasib mencari tempat yang lebih baik, tidak terpaku pada satu tempat saja.
Hijrah dan Transformasi Sosial
Belajar dari peristiwa hijrah, pelajaran yang bisa diambil adalah jika kita ingin menjadi lebih baik dan menggapai suatu tujuan maka harus berani melakukan perubahan tidak hanya berkutat pada kondisi yang sudah ada. Berani keluar dari zona nyaman dan mengubah mindset berpikir lebih kritis untuk perubahan yang lebih baik.
Karena kerap ada yang secara terbuka menyatakan hijrah dari gaya hidup tertentu ke gaya hidup yang lebih baik, namun beberapa waktu kemudian kembali ke gaya hidup semula yang tidak baik. Ada yang mengumumkan hijrah dari tidak berhijab menjadi berhijab untuk perempuan dan berkoko, bercelana cingkrang serta berjenggot panjang untuk laki-laki. Namun, beberapa lama kemudian menanggalkan dan mencampakkan hijab dan atribut yang mengidentikan agamanya.
Pilihan untuk hijrah hendaknya dilakukan dengan konsisten,istiqomah dan benar-benar dari lubuk hati yang paling dalam. Bukan untuk mencari popularitas atau sekedar pansos (panjat sosial) dan ikutan trend. Hijrah bukan hanya sekedar mengubah gaya berbusana dari yang terbuka menjadi lebih tertutup tetapi lebih dari itu Hijrah yang benar adalah dengan mendahulukan mengubah dari perilaku tidak baik misalnya perilaku suka berbohong, mengumbar aib, ghibah, fitnah, diskriminasi, intimidasi, bullying dan segala bentuk kekerasan serta perilaku tidak baik lainnya ke perilaku yang lebih baik. Hijrah yang hakiki menjauhkan diri dari semua perilaku yang merugikan orang banyak.
Pesan Hijrah Umat Islam harus mau dan mampu mengubah nasib ke arah lebih baik, harus mampu melakukan transformasi diri ke arah lebih positif dan konstruktif sehingga menjadi umat yang Rahmatan Lil Alamin. Umat yang membawa manfaat bagi alam semesta, bukan membawa bencana dan berbagai kondisi destruktif.
Artikel ditulis oleh: Lina